Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menerbitkan 164 perizinan usaha pemanfaatan pulau-pulau kecil hingga November 2025. Pencapaian ini melampaui target yang ditetapkan KKP sebanyak 150 perizinan untuk tahun 2025. Dari penerbitan izin tersebut, KKP berhasil mengantongi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 28 miliar.
Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Ahmad Aris, menjelaskan bahwa pemberian izin usaha ini merupakan bagian integral dari upaya pengawasan dan pengendalian pemanfaatan pulau-pulau kecil. “Kegiatan yang juga dilakukan di pengawasan dan pengendalian pemanfaatan pulau-pulau kecil adalah memberikan perizinan berusaha pemanfaatan pulau-pulau kecil, di mana tahun 2025 ini kita memberikan pelayanan perizinan berusaha pemanfaatan pulau-pulau kecil terhadap 164 pelaku usaha. Ini ada PNBP-nya sekitar Rp 28 miliar,” ujar Aris dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, pada Selasa (30/12/2025).
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Sebaran perizinan pemanfaatan pulau-pulau kecil pada tahun 2025 mencakup berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, hingga kawasan timur Indonesia. Selain penerbitan izin, KKP juga telah mensertifikasi sembilan pulau kecil sepanjang tahun 2025.
Aris menambahkan, percepatan sertifikasi pulau-pulau kecil ini dilakukan sebagai respons terhadap polemik penjualan pulau kecil yang sempat mencuat di situs internasional. “Iya (karena isu jual beli pulau kecil). Jadi, kami dorong semua pulau kecil itu disertifikasi atas nama negara, pemerintah daerah, tapi kalau sudah dikuasai masyarakat, dengan masyarakat. Begitu dikerjasamakan di situ ada negara, ada masyarakat, tapi KKP yang mencari investor,” jelasnya.
Secara kumulatif, sejak tahun 2011 hingga 2025, KKP telah mensertifikasi sebanyak 81 pulau-pulau kecil. Untuk tahun 2025, pulau kecil yang telah disertifikasi berlokasi di kawasan Balak-balakang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, yang berdekatan dengan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Menurut Aris, langkah sertifikasi ini krusial untuk mencegah terjadinya penguasaan lahan secara perorangan, seperti yang pernah terjadi di Kepulauan Seribu. Kepemilikan lahan oleh individu dinilai dapat menghambat pengembangan pulau-pulau kecil. Dengan sertifikasi atas nama negara atau pemerintah daerah, proses pengembangan dapat berjalan lebih cepat dan terkoordinasi.
Dalam skema ini, KKP berperan aktif dalam mencari investor, sementara kepemilikan lahan tetap melibatkan negara, pemerintah daerah, dan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk memastikan tidak terjadi penggusuran dan menjaga keberlanjutan pemanfaatan pulau.
Aris mencontohkan, “Sekarang ini di Gili Kondo itu ada investor dari Italia yang mengembangkan, membuat desainnya. Itu tanahnya atas nama KKP dan Pemda Kabupaten, Pemda Lombok Timur. Gili Kondi itu sekitar (nilai investasi) Rp 1 triliun. Yang Anambas juga sekitar Rp 1 triliun lebih, tapi memang investasi itu secara bertahap.” Investasi tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan ekonomi lokal.




