Kementerian Imigrasi dan Permasyarakatan (KemenImipas) telah merampungkan evaluasi kinerja sepanjang tahun 2025. Hasilnya, sejumlah kendala signifikan teridentifikasi, mulai dari polemik Surat Dukungan Utama Working and Holiday Visa (SDUWHV) di sektor imigrasi hingga keterbatasan jumlah Badan Permasyarakatan (Bapas) menjelang implementasi KUHP dan KUHAP baru.
Sekretaris Jenderal KemenImipas, Asep Kurnia, menyatakan bahwa evaluasi ini menjadi dasar penyusunan strategi penanganan untuk periode kerja 2026. “Sepanjang tahun 2025, Direktorat Jenderal Imigrasi tetap melakukan evaluasi terhadap sejumlah tantangan,” ujar Asep Kurnia saat Refleksi Akhir Tahun 2025 KemenImipas di Aula Inspektorat Jenderal KemenImipas, Jakarta Selatan, Senin (29/12/2025).
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Selain SDUWHV dan Bapas, KemenImipas juga menyoroti isu perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI), penanganan pencari suaka, kuota paspor, tingkat hunian lapas dan rutan yang melebihi kapasitas, serta dampak bencana alam pada puluhan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Sumatera.
Sektor Imigrasi Hadapi Beragam Tantangan
Dalam sektor imigrasi, KemenImipas mengidentifikasi lima kendala utama beserta rencana penanganannya:
- Kendala: Polemik “war” SDUWHV tahun 2025 yang menuntut sistem seleksi lebih objektif, transparan, dan berkeadilan, tidak hanya mengandalkan kecepatan internet.
- Rencana Aksi: KemenImipas mempertimbangkan penyerahan penerbitan SDUWHV langsung kepada Kedutaan Besar Australia dan menjalin kerja sama dengan perwakilan negara asing di Indonesia yang berpotensi memberikan skema WHV kepada WNI.
- Kendala: Maraknya kasus perdagangan WNI, penyelundupan manusia, pelanggaran dokumen keimigrasian, serta banyaknya pekerja migran non-prosedural di negara tujuan.
- Rencana Aksi: Penguatan pelayanan dan pengawasan keimigrasian di Perwakilan RI, yang tercantum dalam Program Prioritas Nasional tahun 2026.
- Kendala: Penanganan pencari suaka (pengungsi UNHCR) belum didukung regulasi komprehensif, serta lambatnya proses penempatan ke negara ketiga oleh UNHCR yang menyebabkan penumpukan pengungsi dan potensi gangguan keamanan.
- Rencana Aksi: Pembentukan Forum Komunikasi Penanganan Deteni dan Pengungsi (Forkopdensi) sebagai wadah koordinasi antarinstansi untuk memastikan hak-hak dasar deteni terpenuhi.
- Kendala: Diaspora menuntut hak-hak setara WNI, seperti hak bekerja, kepemilikan rumah, dan pendidikan, dengan harapan kebijakan Global Citizenship of Indonesia (GCI) dapat diterapkan seperti Overseas Citizenship of India (OCI).
- Rencana Aksi: Pelaksanaan Focus Group Discussion dengan kelompok kepentingan dan kementerian/lembaga terkait, serta grand launching GCI pada 26 Januari 2026.
- Kendala: Kuota layanan melalui aplikasi M-Paspor belum sebanding dengan tingginya kebutuhan layanan paspor.
- Rencana Aksi: Peningkatan kuota M-Paspor melalui layanan di luar jam kerja, pusat perbelanjaan, unit layanan paspor, serta percepatan penerbitan paspor 1 hari jadi.
Permasyarakatan Dihadang Kepadatan dan Bencana
Di sektor permasyarakatan, KemenImipas menghadapi empat kendala krusial:
- Kendala: Tingkat hunian lapas dan rutan yang melebihi kapasitas ideal.
- Rencana Aksi: Pemindahan warga binaan untuk mengurangi kepadatan hunian.
- Kendala: Keterbatasan jumlah Bapas dalam menghadapi penerapan KUHP dan KUHAP baru.
- Rencana Aksi: Pembentukan Pos Bapas dan usulan pembentukan Bapas baru kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB), dengan target penambahan 100 Bapas baru hingga 2030.
- Kendala: Operasional 22 UPT di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat terdampak bencana banjir. “Terdapat beberapa kendala dan hambatan yang signifikan yang di hadapi di lapangan. Tantangan utama yang dialami terkait dengan bencana alam yang menyebabkan dampak pada 22 unit pelaksana teknis di wilayah Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Kondisi ini membutuhkan respons cepat,” ungkap Asep.
- Rencana Aksi: Pengalihan dana Perencanaan Mega Prison sebesar Rp 12 miliar untuk penanganan tanggap darurat pada UPT Pemasyarakatan di wilayah Aceh dan Sumatera Utara.
- Kendala: Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) Pembimbing Kemasyarakatan (PK).
- Rencana Aksi: Pengusulan formasi PK sebanyak 8.609 orang dan Asisten Pembimbing Kemasyarakatan sebanyak 902 orang.






