JAKARTA – Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemenhut) kembali menyegel tiga subjek hukum yang diduga melakukan pelanggaran tata kelola hutan di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Tindakan ini merupakan bagian dari investigasi terhadap dugaan penyebab banjir bandang yang melanda wilayah tersebut. Dengan penambahan ini, total 11 subjek hukum telah disegel oleh Kemenhut.
Tiga Subjek Hukum Baru Disegel
Tiga subjek hukum yang baru saja disegel adalah PHAT-PHAT JAS, PHAT AR, dan PHAT RHS. Selain itu, Kemenhut juga tengah melakukan verifikasi lapangan terhadap dua korporasi besar, yaitu PT.TBS/PT.SN dan PLTA BT/PT.NSHE. Langkah ini diambil untuk mendalami dugaan keterlibatan mereka dalam kerusakan hutan yang berpotensi memicu bencana alam.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Total 11 Entitas Terlibat
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (11/12/2025), merinci bahwa total subjek hukum yang telah disegel dan/atau diverifikasi lapangannya kini berjumlah 11 entitas. Rinciannya meliputi 4 korporasi (PT.TPL, PT.AR, PT.TBS/PT.SN, dan PLTA BT/PT.NSHE) serta 7 PHAT (JAM, AR, RHS, AR, JAS, DHP, dan M).
“Saat ini total Subjek Hukum yang sudah dilakukan penyegelan dan/atau verifikasi lapangan oleh Kementerian Kehutanan berjumlah 11 entitas yaitu: 4 Korporasi (PT.TPL, PT.AR, PT.TBS/PT.SN dan PLTA BT/ PT.NSHE) dan 7 PHAT (JAM, AR, RHS, AR, JAS, DHP, dan M),” ujar Raja Juli Antoni.
Dugaan Pemanenan Liar dan Ancaman Pidana
Berdasarkan pendalaman awal, Ditjen Gakkum menduga telah terjadi tindak pidana pemanenan atau pemungutan hasil hutan tanpa izin. Pelanggaran ini dijerat dengan Pasal 50 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang mengancam pelaku dengan pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp3,5 miliar.
Tim penyidik saat ini tengah berupaya mengumpulkan barang bukti untuk memetakan jejaring pelaku. Fokus penyelidikan juga mencakup dugaan keterkaitan antara aktivitas ilegal ini dengan bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Tapanuli Selatan.
Temuan Barang Bukti di Lapangan
Di lokasi PHAT JAM, tim menemukan sejumlah barang bukti yang signifikan. “Kurang lebih 60 batang kayu bulat, kurang lebih 150 batang kayu olahan, 1 unit alat berat excavator PC 200, 1 unit Buldozzer dalam keadaan rusak, 1 unit truck pelangsir kayu dalam keadaan rusak, 2 unit mesin belah, 1 unit mesin ketam, dan 1 unit mesin bor,” ungkap Menteri Raja Juli merinci temuan tersebut.
Temuan ini berkaitan erat dengan penyidikan kasus empat truk bermuatan kayu tanpa dokumen sah (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu – Pokok dan Kayu Olahan) yang berasal dari lokasi yang sama.
Dukungan Pemerintah Daerah Diharapkan
Menteri Raja Juli Antoni menekankan pentingnya dukungan dari Pemerintah Daerah dalam penegakan hukum ini. Ia berharap agar pemerintah daerah dapat memberikan dukungan penuh kepada Ditjen Gakkum Kehutanan. “Kami berharap Pemerintah Daerah dapat mendukung Ditjen Gakkum Kehutanan dalam penegakan hukum terhadap kasus ini mengingat dampak kejahatan ini sangat luar biasa disamping mengakibatkan rusaknya ekosistem hutan juga mengorbankan keselamatan rakyat,” imbaunya.
Pendalaman Motif dan Potensi TPPU
Direktur Jenderal Gakkum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menjelaskan bahwa penyidikan ini melibatkan Satuan Tugas Pengamanan Kawasan Hutan (PKH). Pihaknya masih terus melakukan pendalaman lebih lanjut. “Ditjen Gakkum Kehutanan akan mendalami motif dan terduga pelaku yang terlibat. Tidak menutup kemungkinan penegakan hukum tidak hanya berhenti pada pelaku aktif di lapangan tetapi akan dikembangkan terhadap pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dari kejahatan ini, tentunya penyidikan tindak pidana pencucian uang dapat digunakan sebagai instrumen pelengkap,” ujar Dwi Januanto Nugroho.
Bersamaan dengan proses penyegelan dan verifikasi lapangan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Gakkumhut telah melayangkan panggilan klarifikasi kepada 12 entitas. Hingga 10 Desember 2025, enam entitas telah memenuhi panggilan dan memberikan keterangan, termasuk tiga korporasi (PT.AR, PT.MST, PBPH PT.TN) dan tiga PHAT (A, AR, RHS). Sementara itu, PT.TPL dan PLTA BT/PT.NSHE mengajukan penjadwalan ulang pemeriksaan.






