Nasional

Jejak Visioner Dr. Angka Nitisastro: Dari Tokoh Politik, Kemanusiaan, hingga Pendiri ITS

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Surabaya kini dikenal sebagai salah satu perguruan tinggi teknik terkemuka di Indonesia. Namun, di balik kemegahan dan reputasinya, terdapat jejak seorang dokter visioner bernama Dr. Angka Nitisastro, yang bukan hanya penggagas utama, tetapi juga Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Teknik (YPTT) Surabaya.

Kisah pendirian ITS tidak lepas dari keprihatinan Dr. Angka terhadap minimnya jumlah insinyur di Indonesia pasca-kemerdekaan. Kebutuhan akan sumber daya manusia yang mumpuni untuk mengelola kekayaan alam dan mendorong industrialisasi menjadi pemicu utama gagasannya.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Mengenal Sosok Dr. Angka Nitisastro

Dr. Angka Nitisastro bukanlah sosok dokter biasa. Berbagai dokumen sejarah menunjukkan kiprahnya yang luas di berbagai bidang. Dalam harian DE NIEUWSGIER edisi 7 September 1950, ia tercatat sebagai salah satu tokoh yang mewarnai struktur Partai Nasional Indonesia (PNI) Surabaya. Pada masa itu, banyak posisi politik dan pemerintahan memang diduduki oleh kalangan profesional, termasuk dokter.

Setahun kemudian, Nieuwe Courant edisi 18 September 1951, memuat nama Dr. Angka Nitisastro dalam bahasa Belanda sebagai anggota Adviesraad voor arbeidsvoorziening atau Dewan Penasihat untuk Penyediaan Tenaga Kerja. Kutipan dari koran tersebut menyebutkan, “Maandagochtend installeerde de minister van arbeid Iskandar Tedjasukmana een adviesraad voor arbeidsvoorziening. De raad bestaat uit de volgende leden: Sumarto (parlementslid, voorzitter), Tjokrosuharto (ministerie van onderwijs), Mevrouw S., Ir. Drs. Teulink (ministerie van onderwijs), Prawoto (ministerie van verbindingen), Baheramsja St. Indra (ministerie van onderwijs), Sarbini (ministerie van economische zaken), Amien Tjokrosuseno (ministerie van landbouw), Mon. An‑sastra (vereniging van technici), Sujono Atmo (IPPI), Tonu Parna (SOBSI), Manurung (Dewan Ekonomi), Drs. Schuyleman (Industriële bond), Mr. Nolen (Ondernemersbond), Djuwarl (SOBSI) en Dr. Angka Nitisastro.”

Kiprah kemanusiaannya juga terekam jelas. Pada 28 Maret 1963, Gezinsblad menyebut nama Dr. Angka Nitisastro terkait letusan Gunung Agung di Bali. Ia disebut sebagai “voorzitter van de afdeling West-Java van het Indonesische Rode Kruis” atau Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Jawa Barat. Dalam kapasitasnya itu, Dr. Angka menyampaikan laporan dramatis mengenai dampak letusan Gunung Agung yang menelan hingga 11.000 korban jiwa.

Dari catatan-catatan ini, terlihat bahwa Dr. Angka Nitisastro adalah seorang pemimpin politik, pejabat pemerintahan, sekaligus dokter yang peduli kemanusiaan. Literatur lain bahkan menyebutkan bahwa di sela kesibukannya, ia masih menyempatkan diri untuk praktik melayani pasien.

Kronologi Pendirian ITS

Gagasan Dr. Angka Nitisastro untuk mendirikan perguruan tinggi teknik mulai terwujud pada 17 Agustus 1957. Dalam momen Lustrum I PII Jawa Timur, ia memimpin pendirian YPTT sebagai badan penyelenggara. Hanya beberapa bulan kemudian, tepatnya pada 10 November 1957, yayasan tersebut meresmikan Perguruan Tinggi Teknik 10 Nopember Surabaya.

Peresmian ini ditandai dengan penandatanganan piagam oleh Presiden Soekarno. Pada awal berdirinya, perguruan tinggi ini hanya memiliki dua jurusan, yaitu Teknik Sipil dan Teknik Mesin.

Pada tahun 1960, status Perguruan Tinggi Teknik 10 Nopember Surabaya ditingkatkan menjadi Perguruan Tinggi Negeri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, dan namanya diubah menjadi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Setahun kemudian, pada 10 November 1961, ITS memperingati Dies Natalis pertamanya dengan menambah tiga fakultas baru: Teknik Elektro, Teknik Kimia, dan Teknik Perkapalan.

Peran sentral Dr. Angka Nitisastro tidak berhenti sebagai inisiator dan ketua yayasan. Ia juga dipercaya menjabat sebagai Rektor ITS pertama. Visi besarnya adalah membentuk insinyur-insinyur nasional yang mampu memanfaatkan potensi sumber daya alam Indonesia dan menjadi penggerak utama pembangunan industri di tanah air.

ITS Membalas “Hutang Budi”

Kini, ITS terus berkembang dan melebarkan sayapnya, bahkan dengan keberanian membuka berbagai program studi baru, termasuk salah satunya Fakultas Kedokteran dan Kesehatan (FKK). Pendirian FKK ITS ini, menurut Rektor ITS Prof. Mochamad Ashari, tidak hanya untuk menambal kekurangan dokter di Indonesia, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan historis.

Prof. Ashari menyatakan, “pendirian Fakultas kedokteran dan Kesehatan ITS untuk menambal kekurangan dokter di Indonesia. Namun juga sering tersebut alasan historis yang oleh Prof Ashari disebut sebagai bentuk membalas hutang budi kepada dokter Angka, seorang dokter yang mendirikan ITS.” Ini adalah bentuk balas budi yang manis, sebuah penghormatan terhadap pendiri ITS yang berprofesi sebagai dokter.

Seandainya Dr. Angka Nitisastro masih hidup, ia tentu akan sangat bangga melihat perkembangan ITS, terutama jika kelak ada dokter lulusan ITS yang memiliki pengetahuan teknologi kuat dan mampu mengabdi di pelosok Indonesia, menjawab tantangan kesehatan di daerah.

Mureks