Internasional

Indonesia Targetkan Tak Impor Solar Lagi Mulai 2026, Pasokan Domestik Penuhi Kebutuhan

Advertisement

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan Indonesia tidak akan lagi mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar pada tahun 2026. Seluruh kebutuhan Solar di pasar domestik dipastikan akan dipenuhi sepenuhnya dari produksi kilang di dalam negeri.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menjelaskan bahwa kebijakan penghentian impor Solar ini akan berlaku menyeluruh, termasuk bagi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta. Target ambisius ini salah satunya didorong oleh akan beroperasinya proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur, pada awal tahun depan.

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Proyek RDMP Balikpapan, yang dioperasikan oleh PT Kilang Pertamina Balikpapan, akan meningkatkan kapasitas pengolahan minyak mentah secara signifikan. Dari kapasitas sebelumnya 260.000 barel per hari (bph), proyek ini akan menambah kapasitas sebesar 100.000 bph menjadi total 360.000 bph.

Laode menegaskan bahwa kebijakan ini akan berlaku untuk semua pihak. “Jadi artinya kita tidak impor lagi, swasta kalau mau beli, silahkan beli yang ada di dalam produk dari kilang dalam negeri. Jadi seperti itu, pemahaman dari setop impor itu seperti itu. Swasta pun harus beli dari dalam negeri. Ini saya bicaranya CN48 ya,” kata Laode di Jakarta, Rabu (24/12/2025).

Dengan rampungnya proyek RDMP Balikpapan, Laode menyebut Indonesia akan mengalami surplus produksi Solar. Kelebihan Solar yang dihasilkan nantinya akan diserap untuk kebutuhan domestik, termasuk untuk mendukung implementasi mandatori biodiesel.

“Nah, kelebihan Solar ini tentunya nanti akan di-matching-kan dengan B40. Jadi skenario B40 juga sudah ada skenario di semester ke-2 kan itu. Kalau Pak Menteri sudah menyebutkan juga akan introduction ke B50,” jelasnya.

Advertisement

Selain penyerapan melalui program biodiesel, pemerintah juga menyiapkan strategi lain dengan melakukan penyesuaian produksi di kilang. Menurut Laode, rentang produksi diesel cukup fleksibel, sehingga sebagian volumenya dapat digeser untuk meningkatkan produksi avtur.

Strategi kedua adalah dengan meningkatkan kualitas produk diesel. Saat ini, produk diesel terbagi menjadi dua jenis, yakni CN48 dan CN51. CN48 merupakan jenis diesel yang digunakan sebagai basis pencampuran FAME dalam program biodiesel.

Sementara itu, CN51 adalah bahan bakar diesel khusus yang diperuntukkan bagi mesin-mesin tertentu, seperti yang digunakan di PT Freeport Indonesia, dengan spesifikasi kadar sulfur yang telah memenuhi standar Euro 5.

“Nah artinya apa? Selain tadi digeser sebagian ke Solar, kita tambahkan satu unit namanya Hydrotreater. Hydrotreater ini untuk mereduksi kandungan sulfur di diesel, sehingga diesel yang tadinya CN48 bisa berubah menjadi CN51. Kalau sudah menjadi CN51, maka kalau pun lebih berapapun, kita ada kesempatan untuk bisa mengekspor kelebihan tersebut ke luar negeri,” pungkas Laode.

Advertisement
Mureks