Internasional

Kabar Baik Akhir Tahun 2025: Karyawan, UMKM, dan Perusahaan Rugi Tak Perlu Bayar Pajak, Ini Rinciannya

Advertisement

Setiap warga negara Indonesia memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak, sebuah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Namun, pemerintah kerap memberikan pengecualian terhadap sejumlah golongan masyarakat dari kewajiban ini dalam jangka waktu tertentu, baik melalui insentif maupun penetapan nilai penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Insentif Tax Holiday untuk Perusahaan Baru

Pemerintah memberikan fasilitas tax holiday bagi perusahaan atau badan usaha yang baru berdiri, bertujuan untuk menarik investasi langsung. Insentif ini berupa pembebasan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) badan.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Pengurangan PPh badan dibagi menjadi dua kriteria:

  • Pengurangan sebesar 100% dari jumlah PPh badan yang terutang untuk penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp 500 miliar.
  • Pengurangan sebesar 50% dari jumlah PPh badan yang terutang untuk penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp 100 miliar dan paling banyak kurang dari Rp 500 miliar.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130 Tahun 2020, pemberian insentif tax holiday ini akan berakhir pada 31 Desember 2025. Namun, pemerintah berencana memperpanjang kebijakan tersebut hingga 2026 dengan sedikit modifikasi, mempertimbangkan kesepakatan dunia terkait penerapan global minimum tax (GMT).

Direktur Jenderal Stabilitas Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, pada Selasa (23/11/2025) di Jakarta, memastikan, “Jadi PMK tax holiday itu sedang kita proses untuk dilanjutkan 2026.”

Keringanan Pajak PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP)

Insentif pembebasan pajak bagi wajib pajak orang pribadi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025 yang mengubah PMK Nomor 10 Tahun 2025. Dalam peraturan ini, pekerja tertentu di sektor pariwisata diberikan keringanan membayar pajak dengan cara ditanggung pemerintah pada tahun ini.

Golongan pekerja tertentu di sektor pariwisata ini adalah pegawai tetap atau pegawai tidak tetap tertentu yang memperoleh penghasilan tidak lebih dari Rp 10 juta per bulan, serta memiliki NPWP atau NIK. Ketentuan ini serupa dengan para pekerja di sektor usaha alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang dari kulit yang lebih dulu mendapat insentif PPh 21 DTP.

Bagi para pekerja tertentu di bidang pariwisata, insentif PPh Pasal 21 DTP berlaku untuk masa pajak Oktober 2025 sampai dengan Desember 2025. Sementara itu, pekerja di sektor alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit, insentif berlaku untuk masa pajak Januari 2025 hingga Desember 2025.

Sebagaimana dikutip dari bagian menimbang PMK 72/2025 pada Rabu (29/10/2025), “Bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat, diperlukan dukungan pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi 2025 untuk program akselerasi 2025, antara lain berupa perluasan pemberian fasilitas fiskal Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah untuk sektor pariwisata.”

Advertisement

Golongan Lain yang Bebas Pajak

Selain golongan di atas, ada beberapa golongan lain baik orang pribadi maupun badan usaha yang bebas dari kewajiban membayar pajak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), sebagai regulasi turunan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Nomor 7 Tahun 2021, berikut rinciannya:

1. UMKM dengan Pendapatan di Bawah Rp 500 Juta per Tahun

Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memiliki pendapatan di bawah Rp 500 juta per tahun tidak dikenakan pajak. Artinya, UMKM dengan omzet maksimal Rp 500 juta setahun tidak dikenakan PPh Final 0,5% dari peredaran bruto. Meskipun demikian, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tetap mengimbau UMKM untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) atas pajaknya. Aturan ini memiliki jangka waktu selama 7 tahun sejak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dibuat.

2. Penghasilan di Bawah PTKP

Dengan PP Nomor 55 Tahun 2022 ini, masyarakat yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan juga tidak dikenakan pajak. Aturan ini menetapkan bahwa PTKP yang berlaku saat ini masih tetap Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun. Pekerja dengan gaji Rp 4,6 juta ke atas akan dikenakan pajak setiap tahunnya dengan tarif paling rendah, yakni 5%. Artinya, pekerja dengan gaji Rp 5 juta per bulan atau Rp 60 juta per tahun mulai dikenakan pajak.

Lebih lanjut, masyarakat yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan boleh tidak lapor SPT, dengan syarat mengajukan permohonan Non-Efektif (NE). Dengan masuk kategori NE, wajib pajak tidak perlu lapor SPT setiap tahunnya dan tidak akan diberikan surat teguran meskipun tidak menyampaikan SPT.

Berikut ini perhitungan tarif pajak bagi individu:

  • Penghasilan Rp 0 hingga Rp 60 juta dikenakan tarif 5%
  • Penghasilan Rp 60 juta hingga Rp 250 juta dikenakan tarif 15%
  • Penghasilan Rp 250 juta hingga Rp 500 juta dikenakan tarif 25%
  • Penghasilan Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar dikenakan tarif 30%
  • Penghasilan di atas Rp 5 miliar dikenakan tarif 35%

3. Pengusaha dengan Status Rugi

Perusahaan atau Wajib Pajak (WP) Badan yang merugi dikenakan pajak minimum apabila memiliki pajak penghasilan tidak lebih dari 1% dari penghasilan bruto. Aturan ini tertuang dalam Revisi UU Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Wajib pajak badan dengan kriteria tertentu dikecualikan dari PPh minimum.

Selain itu, Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 2 tentang Pajak Penghasilan Badan mengatur mengenai kompensasi kerugian. UU ini menyebutkan, “Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun.” Artinya, wajib pajak dapat menggunakan kerugian keuangannya untuk mengurangi keuntungan tahun berikutnya, sehingga pajak terutang pada tahun-tahun berikutnya menjadi lebih kecil atau bahkan tidak terutang sama sekali.

Advertisement
Mureks