Nasional

Ijon Proyek: Memahami Modus Korupsi yang Menjerat Pejabat dan Merugikan Negara

Istilah “ijon” kembali menjadi sorotan publik menyusul mencuatnya kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang. Dalam perkara tersebut, Ade diduga terlibat dalam praktik ijon proyek yang merugikan keuangan negara.

Meskipun secara tradisional identik dengan dunia pertanian, praktik ijon kini juga banyak dikaitkan dengan pemberian atau penerimaan suap dalam konteks proyek-proyek pemerintah. Namun, tidak banyak masyarakat yang familiar dengan makna dan implikasi ijon di luar sektor agraris.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Memahami Ijon: Dari Pertanian hingga Proyek

Dikutip dari situs pajak.go.id, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ijon memiliki dua arti utama. Arti pertama, “ijon merupakan pembelian padi serta sebagainya sebelum masak dan diambil oleh pembeli setelah masak.”

Sementara itu, arti kedua menjelaskan bahwa “ijon merupakan kredit yang diberikan kepada petani, pengusaha kecil atau nelayan yang pembayarannya dilakukan dengan hasil produksi atau panen berdasarkan harga jual yang rendah.” Kedua definisi ini menggambarkan praktik ijon dalam konteks ekonomi tradisional, khususnya di sektor pertanian dan perikanan.

Ijon Proyek: Modus Korupsi yang Merugikan

Dalam konteks yang lebih modern dan seringkali berkonotasi negatif, terutama terkait tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan definisi spesifik untuk “ijon proyek”. Dikutip dari Instagram @official.kpk, “ijon proyek memiliki arti meminta imbalan kepada pihak tertentu yang dibayarkan di muka dengan janji pemberian paket proyek tertentu yang dilakukan sebelum lelang resmi dilakukan.”

Definisi ini diperkuat oleh Ardeno Kurniawan, S.E., M.Acc., Ak., dalam bukunya Politik dan Akuntansi Keperilakuan Membuka Kotak Pandora Perilaku Korupsi Politik dari Dimensi Multidisiplin Ilmu (2022:159). Menurutnya, “ijon proyek berarti jual-beli proyek serta konspirasi politik-administratif yang terjadi pada tahap perencanaan anggaran.” Praktik ini kerap melibatkan oknum aktor politik di lembaga legislatif dan eksekutif.

Afred Suci, dalam buku Top Secret Konspirasi (2015:279), juga menyoroti bahwa “praktik ini tampaknya menjadi salah satu bagian penting strategi pemasaran yang dilakukan banyak perusahaan.” Ia menambahkan, praktik ijon tidak hanya terjadi antarpihak swasta, tetapi juga marak dalam sebagian besar proyek-proyek milik negara.

Saat ini, praktik ijon sering dipandang sebagai bagian dari ‘investasi nama baik’ untuk memperoleh proyek. Caranya adalah dengan memberikan iming-iming, baik berupa uang, janji, atau fasilitas, demi mendapatkan pekerjaan atau proyek tertentu.

Contoh dan Dampak Ijon Proyek

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan ilustrasi konkret mengenai praktik ijon. Mengutip situs bpk.go.id, “contoh praktik ijon, seperti sebuah gedung dibangun dengan nilai 100 miliar rupiah tetapi nilainya hanya 80 miliar rupiah setelah dilakukan pengecekan oleh auditor. Selisih anggaran sebanyak 20 miliar itu harus dikembalikan kepada pemerintah. Nilai 20 miliar tersebut berarti diijon oleh pihak ketiga.”

Modus ijon ini terbukti efektif dalam menggoda para pengelola negara yang menginginkan kekayaan secara instan. Akibatnya, praktik ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat pembangunan yang transparan dan akuntabel.

Mureks