Mantan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad, mengungkapkan bahwa mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim meminta pengadaan laptop Chromebook dilanjutkan. Permintaan ini disampaikan Nadiem meskipun proyek pengadaan Chromebook pernah mengalami kegagalan pada tahun 2018.
Hamid menyampaikan kesaksian ini dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dengan terdakwa Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, pada Selasa (23/12/2025). Menurut Hamid, Chromebook tidak cocok untuk program Kemendikbudristek.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Kegagalan Uji Coba Chromebook 2018
Dalam kesaksiannya, Hamid menjelaskan bahwa uji coba Chromebook pada tahun 2018 gagal karena beberapa faktor. “Kemudian Chromebook itu tidak bisa digunakan secara offline seperti yang biasa digunakan oleh guru-guru di sekolah, karena proses mengajar guru-guru di sekolah itu kan biasa menggunakan laptop dengan basis sistem Windows, yang di mana bisa dilakukan secara offline. Betul?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Hamid. Ia menambahkan bahwa masalah ini telah dibahas dalam rapat pada 17 April. “Dalam rapat-rapat itu sudah disampaikan itu masalah itu,” kata Hamid.
Hamid menyebutkan bahwa tim dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) telah menyampaikan hasil uji coba tersebut. “Ya kan di situ kan ada tim dari Pusdatin, tim Pusdatin menyampaikan bahwa tahun 2018 itu itu sudah ada semacam uji coba Chromebook di lapangan dan itu nggak bisa,” jelas Hamid.
Ketika jaksa menegaskan, “Gagal?”, Hamid menjawab, “Gagal karena ya itu, tidak ada jaringan, jaringan listrik atau internet. Yang kedua, aplikasi existing itu nggak bisa dipakai.”
Kegagalan uji coba ini, menurut Hamid, juga telah disampaikan kepada Tim Wartek, termasuk Ibrahim Arief alias Ibam, Jurist Tan, dan Fiona Handayani. Chromebook dinilai tidak bisa digunakan secara offline dan tidak kompatibel dengan aplikasi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) serta Dapodik yang telah dirancang untuk perangkat berbasis Windows.
Perintah ‘Go Ahead’ dari Nadiem
Jaksa kemudian menanyakan apakah informasi kegagalan tersebut juga disampaikan dalam rapat dengan Nadiem. Hamid menjelaskan bahwa dalam rapat tersebut tidak ada sesi tanya jawab.
“Apakah kemudian kondisi ini di tanggal 6 (Mei 2020) itu dari Puslitbang itu pernah mengikuti rapat dengan Pak Menteri? Rapat tertutup yang kata Saudara rapat itu tertutup, hanya boleh pakai headset di ruang tertentu, yang tidak boleh ada orang lain yang diikuti, dan menggunakan ID dari Menteri, betul ya? ID dari Menteri ya?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Hamid.
“Apakah dari Bapelitbang menyampaikan kepada Menteri bahwa kita pernah mengadakan pengadaan laptop atau Chromebook di tahun 2018 dan gagal?” jaksa melanjutkan.
“Tidak ada tanya jawab di situ, Pak,” tegas Hamid. “Tidak ada tanya-jawab. Jadi langsung aja Menteri yang punya otoritas sebagai Menteri memerintahkan ‘Go ahead’, ‘Go ahead with Chromebook’.”
Hamid mengakui bahwa informasi terkait kegagalan pengadaan Chromebook sudah didengar oleh sejumlah pejabat terkait dalam rapat, termasuk Ibam. Namun, ia merasa peringatan tersebut seolah diabaikan. “Iya, tapi kan sepertinya, ya, kayak mengabaikan aja,” ujarnya.
Dugaan Kerugian Negara dan Pembelaan Nadiem
Kasus ini menyeret Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, serta Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020 sebagai terdakwa. Selain itu, Ibrahim Arief juga menjadi terdakwa. Jaksa menyebut kasus ini menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 2,1 triliun.
Nadiem Makarim sendiri juga merupakan terdakwa dalam kasus ini, namun dakwaannya belum dibacakan karena alasan kesehatan.
Persoalan rapat dan ucapan ‘Go ahead with Chromebook’ ini sebelumnya telah diungkap jaksa dalam berkas dakwaan. Jaksa menyebut Nadiem menyatakan “Go ahead with Chromebook” dalam rapat Zoom pada 6 Mei 2020. “Padahal pemilihan Chromebook dengan sistem operasi Chrome untuk program digitalisasi pendidikan tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan dan telah diarahkan menggunakan sistem operasi Chrome termasuk Chrome Device Management atau Chrome Education Upgrade yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat bagi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia serta selain itu pernah gagal saat di tahun 2018,” demikian bunyi dakwaan jaksa.
Menanggapi hal tersebut, pengacara Nadiem telah memberikan klarifikasi. Menurut pengacara, ucapan Nadiem tersebut bukan merupakan keputusan final. “Pernyataan Nadiem berupa ‘Go ahead with Chromebook’ dalam rapat tersebut bukan merupakan keputusan final, tetapi lebih kepada arahan untuk melanjutkan kajian teknis yang lebih mendalam dan untuk melibatkan pihak-pihak terkait dalam proses pengujian lebih lanjut,” jelas pengacara dalam keterangan tertulis.
Pengacara menambahkan, “Nadiem meminta untuk melibatkan Jamdatun dan LKPP untuk menjadi bagian dari proses untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil sesuai dengan peraturan yang berlaku dan untuk memberikan masukan teknis serta legal.”






