Tahun 2025 menjadi saksi bangkitnya gerakan protes yang diinisiasi oleh Generasi Z (Gen Z) di berbagai belahan dunia. Mereka yang lahir antara akhir 1990-an hingga awal 2010-an ini muncul sebagai motor penggerak rasa frustrasi dan kemarahan terhadap elit yang dianggap tidak peka. Mengutip data dari France 24, gerakan ini tercatat melanda setidaknya 19 negara.
Awal Mula di Indonesia dan Simbol One Piece
Gerakan protes Gen Z ini bermula di Indonesia. Di Jakarta, pemicunya adalah pengumuman tunjangan perumahan untuk anggota parlemen yang nilainya hampir sepuluh kali lipat upah minimum. Keputusan ini mendorong mahasiswa untuk turun ke jalan menyuarakan ketidakpuasan mereka.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Dari demonstrasi tersebut, satu simbol dengan cepat muncul dan menjadi identitas gerakan: bendera bajak laut dari manga terlaris di dunia, “One Piece”. Bendera ini akhirnya menjadi lambang perlawanan Generasi Z di seluruh dunia.
Meluas ke Berbagai Benua
Pada bulan September, momentum gerakan ini meningkat secara dramatis di Nepal. Video viral di Instagram dan TikTok mengungkap gaya hidup mewah “anak-anak nepotisme” di tengah pemblokiran sekitar dua puluh platform digital oleh pemerintah. Kemarahan pun meletus di Kathmandu, menyebabkan gedung parlemen terbakar. Selama dua hari, negara itu dilanda kerusuhan hebat hingga Perdana Menteri (PM) menyerah pada seruan demonstran untuk mengundurkan diri.
Gelombang protes kemudian mencapai benua Afrika. Di Antananarivo, ibu kota Madagaskar, protes yang dipimpin kaum muda tidak hanya mengecam pemadaman air dan listrik, tetapi juga menuntut pengunduran diri presiden. “Kami tidak meminta kemewahan, hanya sarana untuk hidup bermartigat,” teriak para demonstran, yang sebagian besar adalah mahasiswa atau pekerja muda yang rentan.
Di Maroko, mobilisasi mengambil bentuk yang berbeda. Kelompok Gen Z 212, yang merujuk pada kode telepon negara tersebut, bersatu di Discord. Mereka mengoordinasikan seruan untuk berdemonstrasi dan mendorong prioritas seperti reformasi sekolah, akses ke layanan kesehatan, dan keadilan sosial.
Di benua Amerika, pemuda Peru melakukan mobilisasi dari Lima hingga Cusco. Mereka melawan ketidakstabilan politik, korupsi, dan tingkat ketidakamanan yang mencapai rekor tertinggi.
Dampak dan Analisis Sosiolog
Sosiolog dan Direktur Studi di Sekolah Studi Lanjutan Ilmu Sosial (EHESS), Michel Wieviorka, menyoroti karakteristik unik dari gerakan ini. “Ini adalah generasi yang tidak hanya bertindak untuk dirinya sendiri, tetapi agar semua orang memiliki akses ke pendidikan, perawatan kesehatan, dan perumahan, serta untuk mengakhiri korupsi dalam kekuasaan,” kata Wieviorka.
Ia menambahkan, “Ini adalah protes yang didorong oleh nilai-nilai universal.”
Merujuk data AFP, total ada sekitar 19 negara yang mengalami protes yang diinisiasi Generasi Z. Beberapa berakhir dengan terpenuhinya tuntutan, sementara yang lain masih berlangsung hingga kini. Selain Indonesia, Nepal, Madagaskar, Maroko, dan Peru, negara-negara lain yang juga dilanda protes antara lain:
- Timor Leste: Menuntut pembatalan pembelian mobil anggota dewan.
- Paraguay: Terkait korupsi dan nepotisme.
- Bulgaria: Menyoroti korupsi anggaran pemerintah.
- Serbia: Protes terkait korupsi dan kecelakaan proyek infrastruktur.
- Georgia: Kisruh pemilu.
- Togo: Menuntut reformasi konstitusional.
- Filipina: Terkait korupsi dan penanganan proyek banjir.
- Prancis: Protes terhadap penghematan anggaran.
- Italia, Swiss, San Marino: Melakukan demonstrasi besar terkait protes perang Israel di Gaza.
- Maladewa: Terkait kontrol terhadap media dan korupsi.
- Kamerun: Konflik pemilu dan korupsi.
- Meksiko: Pembunuhan wali kota anti-kejahatan dan korupsi.
Mengenai keberlanjutan gerakan ini, Wieviorka menyatakan, “Gerakan ini dapat bertahan dan menghasilkan dampak yang langgeng, atau sebaliknya, menghilang sepenuhnya.” Ia menyimpulkan, “Tidak ada aturan.”






