Internasional

Ketua Menteri Melaka Umumkan Proyek Jembatan ke Riau, Oposisi Ragukan Kemampuan Finansial

Pemerintah Negara Bagian Melaka, Malaysia, secara resmi mengumumkan rencana ambisius pembangunan jembatan yang akan menghubungkan wilayahnya dengan Provinsi Riau, Indonesia. Proyek infrastruktur sepanjang lebih dari 47 kilometer (km) ini pertama kali dipaparkan oleh Ketua Menteri Melaka, Ab Rauf Yusoh, yang memproyeksikan koneksi langsung dari Pantai Pengkalan Balak di Masjid Tanah, Melaka, menuju wilayah Indonesia.

Namun, rencana tersebut langsung menuai pertanyaan dan keraguan dari pemimpin oposisi Melaka, Dr. Yadzil Yaakub. Ia mempertanyakan tujuan, kelayakan, dan terutama kemampuan finansial pemerintah Melaka untuk menanggung biaya proyek mega ini, yang digambarkannya sebagai “tidak realistis”.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Studi Kelayakan dan Potensi Ekonomi

Sebagai langkah awal, Ab Rauf Yusoh menjelaskan bahwa pemerintah negara bagian akan memulai studi kelayakan pada Januari mendatang. Dana sebesar RM500.000, atau sekitar Rp2 miliar, telah dialokasikan untuk menyewa konsultan profesional. Konsultan ini akan mengkaji secara komprehensif aspek teknis, nilai ekonomi, serta manajemen logistik dari proposal proyek tersebut.

Ab Rauf Yusoh juga menegaskan bahwa jembatan ini diprediksi akan memberikan stimulus ekonomi yang signifikan bagi Melaka. Salah satu dampak utamanya adalah rencana konversi lahan seluas 5.000 hektar di wilayah Masjid Tanah untuk dikembangkan menjadi kawasan industri baru yang terintegrasi.

Keraguan Oposisi Terhadap Kemampuan Finansial

Mengutip Free Malaysia Today, Dr. Yadzil Yaakub, yang juga Anggota Dewan Legislatif Bemban, mengakui bahwa proyek tersebut secara teknis dapat dilaksanakan. Namun, ia secara tegas mempertanyakan kapasitas keuangan pemerintah Melaka.

“Jika kita tidak mampu melunasi utang yang ada, bagaimana pemerintah negara bagian dapat meyakinkan rakyat bahwa mereka dapat mengelola utang baru senilai miliaran ringgit dengan bijak?” ujar Yadzil. Ia menyoroti bahwa pendapatan tahunan pemerintah negara bagian sangat terbatas, hampir seluruhnya habis untuk pengeluaran operasional, dan masih memiliki utang kepada beberapa pihak, termasuk pemerintah federal.

Yadzil menambahkan, “Kenyataannya adalah pengeluaran pemerintah Melaka sangat bergantung pada bantuan Putrajaya. Jika kita membutuhkan bantuan federal hanya untuk memperbaiki jalan-jalan negara bagian, bagaimana kita dapat membiayai pembangunan jembatan yang melintasi Selat Malaka?”

Ia juga pesimis terhadap dukungan pemerintah federal. “Dan dengan meningkatnya utang nasional dan tekanan fiskal yang terus berlanjut, tidak masuk akal untuk berharap bahwa pemerintah federal akan menanggung beban keuangan dari proyek mega yang diusulkan ini,” tegasnya.

Risiko Pembiayaan Swasta dan Dampak Lingkungan

Lebih lanjut, Yadzil Yaakub memperingatkan bahwa memulai proyek melalui inisiatif pembiayaan swasta atau konsesi swasta tetap akan berarti biaya tol yang tinggi dan risiko proyek tersebut menjadi proyek yang sia-sia. Ia berpendapat bahwa bagian Indonesia yang akan dihubungkan oleh jembatan tersebut bukanlah pusat ekonomi utama, sehingga kemungkinan akan menghasilkan keuntungan minimal bagi Melaka.

“Dan jika konsesi gagal, pemerintah akan terpaksa menyelamatkan proyek tersebut menggunakan dana publik. Dalam semua skenario, rakyatlah yang menjadi korban,” katanya.

Selain masalah finansial, Yadzil juga menyampaikan kekhawatiran serius tentang dampak lingkungan proyek tersebut terhadap garis pantai. Ia menyinggung rekam jejak pemerintah negara bagian dalam proyek-proyek yang gagal di masa lalu, menambah daftar keraguannya terhadap inisiatif ambisius ini.

Mureks