Internasional

Eddy Soeparno: Indonesia Telah Memasuki Krisis Iklim, Jauh Lebih Serius dari Perubahan Iklim Biasa

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Eddy Soeparno, secara tegas menyatakan bahwa Indonesia kini telah memasuki fase krisis iklim. Kondisi ini dinilai jauh lebih serius dibandingkan sekadar perubahan iklim biasa, dengan pemicu utama adalah penggunaan energi fosil yang masih masif.

Pernyataan tersebut disampaikan Eddy dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2025 yang berlangsung di Gedung DPR/MPR, Jakarta, pada Selasa (30/12/2025). Menurutnya, situasi ini telah memicu ketidakpastian cuaca dan ancaman bencana lingkungan yang semakin nyata.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Indonesia di Ambang Krisis Iklim

Eddy Soeparno menolak penggunaan istilah perubahan iklim karena realitas di lapangan menunjukkan urgensi yang lebih tinggi. Ia menilai posisi Indonesia saat ini sudah berada di ambang batas yang kritis, satu level sebelum mencapai tahap bencana iklim total.

“Kami sudah dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa saya sudah tidak mau lagi menggunakan istilah perubahan iklim. Karena hari ini kita sudah merasakan bahwa Indonesia sudah berada di tahap krisis iklim. Satu tahap di atas perubahan iklim, satu tahap di bawah bencana iklim,” kata Eddy.

Ia menjelaskan, penyebab utama krisis ini adalah ketergantungan berkepanjangan pada energi kotor. Dampak emisi karbon akibat pembakaran energi fosil dinilai mengacaukan pola musim di Tanah Air, membuat kedatangan musim hujan dan kemarau menjadi sangat sulit diprediksi oleh masyarakat, khususnya petani.

“Kita juga melihat bahwa krisis iklim yang merupakan bagian dari dampak penggunaan energi fosil yang begitu besar, di mana kita tidak mengetahui lagi curah hujan itu kapan datangnya,” tambahnya.

Dampak Cuaca Ekstrem dan Dorongan Transisi Energi

Kekacauan pola cuaca ini memunculkan fenomena iklim ekstrem, mulai dari panas menyengat hingga hujan lebat di luar kebiasaan. Dampaknya pun tidak main-main, terlihat dari rentetan bencana banjir dan kerusakan infrastruktur yang baru-baru ini melanda wilayah Sumatera, Jawa Tengah, hingga Bali.

“Kita mengenal istilah iklim atau curah hujan ekstrem, hujan ekstrem, panas ekstrem karena saat ini memang kondisinya sudah sangat berubah, masuk di tahap krisis,” tegas Eddy.

Untuk mengatasi paradoks energi dan ancaman krisis iklim ini, MPR mendorong pemerintah untuk segera mempercepat transisi energi. Pengembangan sumber energi terbarukan di dalam negeri dinilai harus dipacu guna mengurangi ketergantungan pada energi fosil impor yang merusak lingkungan dan membebani ekonomi negara.

Mureks