Internasional

DPR Soroti Kenaikan Insentif Guru Honorer Rp100 Ribu: Tenaga Administratif Jangan Dilupakan

Pemerintah akan menaikkan insentif bagi guru honorer sebesar Rp100 ribu per bulan, efektif mulai 1 Januari 2026. Dengan penambahan ini, total insentif yang diterima guru honorer akan mencapai Rp400 ribu per bulan, meningkat dari Rp300 ribu pada tahun sebelumnya.

Kebijakan ini disambut positif oleh Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay. Namun, ia mengingatkan bahwa dampak kebijakan tersebut tidak hanya bisa dilihat dari besaran nominal per individu, melainkan juga dari total anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Dampak Anggaran dan Kesejahteraan Guru Honorer

“Kalau dilihat nilai Rp100 ribunya tentu tidak begitu bersemangat. Tetapi kalau dikalikan dengan jumlah guru honorer, jumlah ini tentu sangat besar,” ujar Saleh dalam keterangan persnya, Selasa (30/12/2025).

Berdasarkan data yang ia sampaikan, jumlah guru honorer di Indonesia mencapai 2,6 juta orang, atau sekitar 56 persen dari total 3,7 juta guru. Dengan tambahan Rp100 ribu per bulan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) diperkirakan akan mengeluarkan anggaran sekitar Rp3,12 triliun per tahun.

Saleh menilai, tambahan insentif ini setidaknya dapat membantu guru honorer memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, meskipun belum ideal. “Guru honorer tentu sangat bersyukur. Paling tidak, ada tambahan anggaran untuk menutupi kebutuhan dasar. Apakah ini sudah ideal? Tentu belum. Kemendikdasmen harus bekerja lebih keras agar ke depan insentif ini bisa ditingkatkan lagi,” katanya.

Nasib Tenaga Administratif yang Terlupakan

Meski demikian, Saleh menyoroti bahwa kebijakan kenaikan insentif ini belum menyentuh kelompok lain yang memiliki peran vital dalam operasional pendidikan, yaitu tenaga administratif sekolah. Ia menegaskan bahwa hampir seluruh satuan pendidikan memiliki tenaga administratif dengan beban kerja yang tidak kalah berat dari guru.

“Mereka menyiapkan kelas, absensi, alat tulis, alat peraga, hingga sarana olahraga. Urusan dana BOS pun sebagian besar berada di tangan mereka, mulai dari inventarisasi, pengadaan, perawatan, hingga penyusunan laporan pertanggungjawaban. Jika ada kekeliruan, mereka pula yang pertama kali diperiksa,” jelas Saleh.

Selain itu, tenaga administratif juga berperan penting dalam mengelola pembayaran SPP siswa, yang sangat menentukan kelancaran aktivitas sekolah. “Kalau SPP tidak lancar, otomatis semua aktivitas sekolah akan terganggu. Karena itu, mau tidak mau, ikhlas atau tidak, mereka harus sabar menjalani semuanya,” imbuhnya.

Berbeda dengan guru yang masih memiliki peluang memperoleh tunjangan sertifikasi dan berbagai honor tambahan, tenaga administratif pendidikan nyaris tidak pernah tersentuh skema peningkatan kesejahteraan serupa. “Tenaga administratif pendidikan tidak pernah menerima tunjangan sertifikasi. Bahkan, dalam setiap pembahasan kesejahteraan guru, mereka seolah sengaja ditinggalkan. Padahal mereka juga harus membiayai kebutuhan keluarganya yang tidak kalah berat,” tegas Saleh.

Kondisi ini, menurut Saleh, bahkan mendorong sebagian tenaga administratif di daerah untuk nekat mengajukan tunjangan sertifikasi meski tidak sesuai aturan, menempatkan sekolah dalam dilema.

DPR Dorong Kemendikdasmen Lindungi Tenaga Administratif

Dalam konteks tersebut, Saleh mendorong Kemendikdasmen untuk mengambil peran lebih aktif dalam melindungi dan memberdayakan tenaga administratif pendidikan. “Mereka adalah pejuang kemajuan pendidikan kita. Mereka tidak boleh ditinggalkan, apalagi dilupakan. Sama seperti guru, mereka juga pahlawan tanpa tanda jasa,” ujarnya.

Ia berharap pemerintah dapat segera memberikan tambahan honor, insentif, atau tunjangan bagi tenaga administratif pendidikan, termasuk dengan membuka ruang penggunaan dana BOS yang lebih luas untuk menunjang kesejahteraan mereka.

Mureks