Di tengah derasnya arus informasi digital, Pak Harsoyo (76) tetap setia pada profesi yang telah ia geluti selama lebih dari empat dekade. Sejak tahun 1984, pria paruh baya ini konsisten menjajakan jasa kliping koran di kawasan Purwosari, Solo, sebuah pemandangan langka di era ketika minat terhadap media cetak kian menurun.
Setiap hari, rutinitas Pak Harsoyo nyaris tak berubah. Mulai pukul 11.00 hingga sekitar 21.30 WIB, ia membuka lapaknya. Di hadapannya, tumpukan koran dari berbagai penerbit ia baca dengan teliti, memilah berita sesuai topik, sebelum akhirnya menyusunnya menjadi buku kliping yang rapi.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Awal Mula Sebuah Dedikasi
Usaha kliping koran yang dijalani Pak Harsoyo bermula dari sebuah kebutuhan sederhana. Kala itu, anaknya yang masih duduk di bangku kelas 6 SD mendapat tugas sekolah untuk membuat kliping. Pak Harsoyo pun membantu menyusunnya. Tak disangka, hasil kliping tersebut menarik perhatian teman-teman sang anak, memicu permintaan berdatangan.
Melihat potensi tersebut, Pak Harsoyo memutuskan untuk membuka jasa kliping secara mandiri. Seiring waktu, pekerjaan ini tidak lagi sekadar sambilan, melainkan dijalankan secara profesional. Setiap hari, ia membaca sekitar sepuluh koran dan mengelompokkan berita ke dalam 217 tema berbeda, mencakup isu pendidikan, sosial, hingga politik. Ketelitian dan konsistensi menjadi prinsip utama dalam pekerjaannya.
Bagi Pak Harsoyo, kliping bukan hanya soal menggunting dan menempel berita. Ia memandang pekerjaannya sebagai bentuk tanggung jawab dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Hasil kliping yang ia susun kerap digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari tugas sekolah, kelengkapan administrasi, hingga kebutuhan dokumentasi tertentu.
Masa Keemasan dan Tantangan Digital
Tahun 1990-an menjadi masa paling sibuk bagi jasa kliping. Informasi belum semudah diakses seperti sekarang, sehingga dokumentasi berita menjadi kebutuhan penting. Bahkan saat krisis moneter 1993–1998 melanda Indonesia, usaha kliping justru memberi keuntungan besar bagi Pak Harsoyo. Keuntungan tersebut ia gunakan untuk membiayai pendidikan kelima anaknya hingga jenjang perguruan tinggi.
Namun, perkembangan teknologi digital perlahan mengubah kondisi tersebut. Sejak sekitar tahun 2019, permintaan kliping mulai menurun seiring kemudahan akses informasi melalui internet. Meski demikian, Pak Harsoyo tetap melanjutkan usahanya. Penghasilan yang diperoleh memang tidak sebesar dulu, tetapi masih cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pelanggan Setia dan Makna Pekerjaan
Hingga kini, pelanggan Pak Harsoyo berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari pelajar, ibu rumah tangga, hingga pegawai pemerintahan. Beberapa pelanggan memanfaatkan kliping untuk syarat administrasi, seperti guru yang sedang dalam proses transisi dari PPPK ke ASN. Pasca-pemilu, calon anggota DPR atau DPRD juga kerap membeli kliping untuk memantau perkembangan partai politik.
Dalam menjalankan usahanya, Pak Harsoyo tak jarang menghadapi kendala. Salah satunya adalah pesanan kliping yang tidak diambil oleh pemesan. Meski merugikan secara materi, ia tetap menyimpan kliping tersebut dengan rapi. Bagi Pak Harsoyo, tanggung jawab terhadap pekerjaan tidak berhenti pada transaksi semata.
Lebih dari empat dekade menekuni jasa kliping, Pak Harsoyo memaknai pekerjaannya bukan hanya sebagai sumber penghasilan. Ia melihatnya sebagai bentuk kontribusi dalam dunia pendidikan dan informasi. Di tengah derasnya arus digitalisasi, kisah Pak Harsoyo menunjukkan bahwa ketekunan dan konsistensi masih memiliki tempat dan nilai tersendiri dalam masyarakat.






