PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) secara resmi mengalihkan bisnis dan aset Wholesale Fiber Connectivity Tahap-1 kepada PT Telkom Infrastruktur Indonesia (TIF), yang dikenal sebagai InfraNexia. Aksi korporasi ini ditandai dengan penandatanganan akta pemisahan di The Telkom Hub, Jakarta, pada Kamis, 18 Desember 2025.
Direktur Strategic Business Development & Portfolio Telkom, Seno Soemadji, menjelaskan bahwa nilai aset InfraNexia pada tahap pertama ini mencapai Rp 35 triliun. Angka tersebut merupakan 50% dari total aset fiber Telkom yang dipisahkan.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
“Jadi saat ini kita bisa lihat aset dari InfraNexia Tahap 1 itu pemisahan 50% dari aset fiber kita dengan aset book value-nya itu sekitar Rp 35, sekian triliun. Dan pada akhirnya kita akan memperhitungkan nilai totalnya itu kurang lebih ada di angka Rp 90 triliun atau kurang lebih bisa dikatakan US$ 60 juta,” ungkap Seno dalam konferensi pers di The Telkom Hub, Jakarta.
Secara keseluruhan, Telkom berencana mengalihkan 99,99% bisnis dan aset Fiber Connectivity ke InfraNexia. Proses spin-off ini merupakan tonggak penting yang telah dimulai sejak akhir 2023 dengan pendirian PT TIF, yang sebelumnya telah menjalankan peran operasional melalui layanan managed services dan managed operation.
Seno menambahkan, langkah strategis ini sejalan dengan upaya Telkom dalam mendukung agenda pemerintah terkait percepatan digitalisasi nasional. Perseroan berharap dapat memaksimalkan nilai dan monetisasi aset melalui efisiensi pemanfaatan aset dan belanja modal (capex).
“Adapun pemisahan aset ini juga sebagai bagian, bagaimana kami memenuhi tujuan pemerintah untuk digitalisasi, dengan efisiensi dari aset, efisiensi dari capex, dan maksimalisasi dari termasuk monetisasi dari aset yang kami miliki. Sehingga dengan efisiensi tersebut kami bisa menjangkau privatisasi Indonesia, insyaallah semoga lebih luas lagi,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Telkom, Dian Siswarini, menjelaskan bahwa aksi korporasi ini merupakan bagian dari strategi jangka menengah perusahaan yang dikenal sebagai Telekom 30. Strategi ini merupakan peta transformasi Telkom menuju tahun 2030.
Dian merinci, Telekom 30 dirancang sebagai transformasi menyeluruh untuk memperkuat daya saing perusahaan melalui penguatan fundamental bisnis. Strategi tersebut bertumpu pada tiga fokus utama: company excellence dan service excellence, optimalisasi aset strategis, serta penguatan portofolio bisnis yang berkelanjutan.
“Jadi Telekom 30 ini sebetulnya satu transformation jernih menjadi pilar kami untuk bertransformasi ke tadi, strategi holding, didukung oleh operating company atau post-compose yang adaptif, efisien dan mampu menjawab kebutuhan konektivitas digital yang terus berkembang,” jelas Dian.
Pembentukan InfraNexia sebagai entitas khusus wholesale fiber connectivity bertujuan untuk memperluas layanan konektivitas kepada lebih banyak pemangku kepentingan. Langkah ini diharapkan dapat mendorong industri telekomunikasi nasional tumbuh lebih efisien dan berdaya saing.
Dian menegaskan bahwa belanja dan pengelolaan infrastruktur jaringan, khususnya fiber optik, membutuhkan fokus, tata kelola, serta model bisnis yang lebih terdedikasi. Hal ini penting agar aset dapat menciptakan nilai optimal sekaligus membuka ruang kemitraan strategis yang lebih luas.
“Nah kehadiran InfraNexia ini akan memungkinkan Telkom mempercepat implementasi, tadi Telkom 30-nya, melalui peningkatan efisiensi operasional, transparansi model bisnis wholesale, serta kekuatan peran Telkom Grup sebagai enabler ekosistem digital nasional yang inklusif dan berdaya saing global,” pungkasnya.






