Sebuah potongan video yang menampilkan adu mulut antara seorang ibu-ibu paruh baya dan perempuan muda di dalam bus Transjakarta viral di media sosial. Keduanya terlibat perdebatan sengit memperebutkan tempat duduk, memicu diskusi mengenai etika di transportasi umum.
Dalam narasi yang beredar, insiden itu bermula ketika ibu-ibu tersebut meminta tempat duduk kepada perempuan muda. Namun, permintaan itu ditolak dengan alasan perempuan muda tersebut tidak menduduki zona kursi prioritas dan sedang dalam kondisi sakit. Di sisi lain, sang ibu merasa berhak atas kursi tersebut karena usianya.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Perdebatan pun tak terhindarkan. Keduanya tetap pada pendirian masing-masing, dengan sang ibu tetap berdiri dan perempuan muda tetap duduk, hingga memicu keributan di dalam bus.
Etika Prioritas di Transportasi Umum
Menanggapi kejadian ini, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menegaskan bahwa secara etika, orang tua memang seharusnya diberikan tempat duduk oleh anak muda, terlepas dari apakah kursi tersebut berada di zona prioritas atau tidak.
“Ya, etikanya ini, orang tua yang diinikan, yang jadi prioritas. Iya meskipun dia tidak di kursi prioritas. Karena kalau zona prioritasnya penuh, dia tetap orang tua, dia tetap prioritas,” ujar Trubus kepada detikcom pada Selasa, 23 Desember 2025.
Ia memahami kemarahan ibu dalam video tersebut, sebab menurutnya ibu itu memang berhak untuk duduk. Namun, Trubus menyayangkan cara ibu tersebut meminta kursi.
Lebih lanjut, Trubus menyebut pemberian kursi kepada orang tua di transportasi umum sebagai bentuk keadaban publik atau public civility. Menurutnya, hal ini tidak bisa diatur secara baku, melainkan bergantung pada kesadaran masing-masing individu.
“Ini namanya public civility, peraturan yang sudah ada di publik. Jadi, ya memang di situ butuh diterapkan,” tambah Trubus.
Senada dengan Trubus, Peneliti Senior Instran, Deddy Herlambang, menyatakan bahwa selama ini memang belum ada aturan baku yang secara spesifik mengatur siapa saja yang berhak duduk di transportasi umum.
Namun, Deddy menekankan bahwa sudah menjadi kesadaran umum, atau yang ia sebut sebagai konvensi umum, bahwa yang muda harus mengalah untuk memberikan kursi kepada orang tua.
“Regulasi di SPM memang tidak ada yang mewajibkan yang muda memberikan kursi duduk untuk yang lebih senior. Tapi masalah ini adalah konvensi umum di masyarakat bahwa yang muda berkewajiban memberikan kursi duduk, walau bukan kursi prioritas, kepada yang lebih membutuhkan,” jelas Deddy kepada detikcom.
Deddy menambahkan, di angkutan umum, baik berbasis rel maupun jalan, semua kursi adalah prioritas bagi kelompok yang membutuhkan, seperti orang tua (terutama lansia), ibu hamil, penyandang disabilitas, hingga penumpang yang membawa anak.
Peran Petugas dan Pembuktian Kondisi Sakit
Lantas, bagaimana jika klaim perempuan muda yang enggan memberikan kursi tersebut benar-benar sakit?
Menurut Trubus, alasan sakit memang perlu dibuktikan. Untuk mencegah keributan serupa, ia menyarankan agar setiap transportasi umum memiliki petugas yang berjaga di dalamnya.
Petugas tersebut, kata Trubus, dapat menengahi dan mencari solusi atas masalah perebutan tempat duduk. Dalam video viral itu, ia mengamati tidak ada petugas yang melerai.
“Tapi makanya diperlukan ada petugas di situ. Dia yang menengahi, cari solusi,” kata Trubus.
Deddy Herlambang juga mengakui bahwa orang sakit bisa diprioritaskan untuk duduk. Namun, ia menilai kondisi sakit tersebut harus dibuktikan oleh dokter sebagai ahlinya. Ketika ditanya apakah perlu membawa surat dokter, Deddy menyebut hal itu bisa menjadi opsi.
“Yang sakit tetap perlu pertolongan, dikasih duduk, bahkan dibimbing bila naik angkutan umum atau pakai kursi roda. Cuma kan yang punya hak hanya Dokter (untuk membuktikan dia sakit),” pungkas Deddy.






