Nasional

Ratusan Tangan Bersatu, Semangat Gotong Royong Hidup di Tradisi Annyorong Lopi Bulukumba

BULUKUMBA – Sebuah pemandangan langka dan memukau tersaji di pesisir Bulukumba pada Minggu, 19 Oktober 2025. Ratusan warga, dari anak-anak hingga orang tua, bahu-membahu menarik sebuah kapal Pinisi raksasa menuju laut lepas. Peristiwa ini adalah bagian dari tradisi Annyorong Lopi, sebuah ritual pelarungan kapal yang bukan sekadar seremoni, melainkan perayaan kebersamaan dan identitas masyarakat pesisir.

Sejak pagi, ketika matahari baru menampakkan sinarnya, suara riuh rendah warga sudah memecah keheningan. Mereka berkumpul untuk menyaksikan dan berpartisipasi dalam Annyorong Lopi, tradisi yang menunjukkan kekuatan gotong royong yang masih kental di tengah arus modernisasi.

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Prosesi ini bukan sekadar memindahkan kapal kayu berukuran besar. Ini adalah momen langka untuk menyaksikan lestarinya budaya leluhur, semangat kebersamaan, dan kekompakan warga yang begitu kuat. Melihat mereka menarik kapal bersama, dari anak muda, bapak-bapak, hingga ibu-ibu, semuanya menyatu dalam satu tujuan.

Warisan Leluhur dan Harga Diri Masyarakat Pesisir

Annyorong Lopi adalah momen penurunan kapal Pinisi yang baru selesai dibuat ke laut. Uniknya, proses ini tidak menggunakan mesin atau alat berat, melainkan murni mengandalkan tenaga manusia dan hati yang kompak.

Di balik keriuhan tersebut, tersimpan nilai budaya yang sangat dalam. Bagi warga Bulukumba, Kapal Pinisi adalah harga diri yang telah dijaga turun-temurun. Melalui tradisi ini, mereka ingin memastikan bahwa warisan nenek moyang tidak hanya berhenti di buku sejarah, tetapi tetap hidup di tangan generasi muda yang hari itu ikut berkeringat menarik tali bersama para orang tua.

Suasana gotong royong di lokasi benar-benar memukau. Kapal raksasa yang beratnya berton-ton itu hanya digerakkan oleh ratusan tangan yang saling menguatkan. Setiap orang seolah sudah tahu perannya masing-masing tanpa harus diperintah secara kaku.

Ada bapak-bapak dengan urat leher menonjol karena sekuat tenaga menarik tali besar, pemuda yang teliti mengatur jalur kapal agar tidak miring, hingga ibu-ibu yang sibuk di dapur menyiapkan teh hangat dan makanan. “Kalau sudah waktunya Annyorong Lopi, semua orang langsung bergerak sendiri tanpa perlu diminta,” ujar Hery, salah satu pemuda yang ikut mandi keringat hari itu.

Kekompakan ini menjadi bukti nyata bahwa hidup di pesisir membutuhkan solidaritas yang kuat. Pekerjaan yang terlihat mustahil jika dilakukan sendirian, menjadi mungkin karena dilakukan bersama-sama. Di sela-sela tarikan kapal, warga saling bercanda dan berbagi cerita, membuat suasana kerja keras itu terasa seperti pesta keluarga besar.

“Ini warisan nenek moyang kita. Kita harus terus menjaganya karena di sinilah kita belajar artinya kebersamaan,” ujar Sabaruddin, salah satu warga senior. Sabaruddin juga menambahkan bahwa dia sangat bangga melihat anak muda ikut terjun langsung dalam proses ini, dan itu adalah tanda bahwa identitas mereka tetap aman.

Begitu kapal akhirnya terapung gagah di lautan, sorak-sorai warga langsung pecah menutupi suara ombak. Rasa lega dan bangga terpancar di wajah setiap orang. Annyorong Lopi sekali lagi membuktikan bahwa selama budaya tetap dijunjung dan gotong royong tetap dijaga, beban seberat apa pun akan selalu bisa diatasi bersama.

Mureks