Menjelang pergantian tahun, suasana di Pasar Asemka, Jakarta Barat, tidak seramai yang diharapkan para pedagang musiman. Penjualan pernak-pernik Tahun Baru, seperti kembang api dan trompet, dilaporkan mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Salah satu pedagang yang merasakan dampak ini adalah Basir. Ia membuka lapak kembang api dan trompet di area kolong flyover Pasar Asemka, dekat Masjid Al-Malaka. Basir mengaku hanya berjualan trompet setahun sekali menjelang Tahun Baru. Sementara kembang api, menurutnya, bisa dijual musiman pada akhir tahun atau momen puasa dan Lebaran. Di luar itu, Basir sehari-hari berjualan karpet dan produk musiman lainnya.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
“Kemarin yang lagi musim sebelum ini, itu pistolan yang peluru gel kaya gitu (sambil menunjuk pistol mainan yang berada di lapaknya). Kemarin saya juga sempat jualan itu, masuk minggu-minggu kemarin baru jualan kembang api sama trompet,” kata Basir saat ditemui pada Senin (29/12/2025).
Basir mengungkapkan, omzet penjualan trompet dan kembang api pada akhir tahun 2025 ini tidak seramai akhir tahun lalu. Padahal, jumlah pedagang musiman yang menjual pernak-pernik serupa justru lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya.
“Kalau omzet kembang api mungkin turun kisaran 35% lah. Kalau trompet lebih sedikit lagi yang beli, turun 50% dari tahun lalu. Padahal yang dagang juga lebih sedikit dibandingkan tahun lalu,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa tren penurunan penjualan ini sudah terjadi dari tahun ke tahun. Bahkan, saat pandemi Covid-19, penjualan justru terasa lebih “pasti” meskipun jumlah pembeli tidak banyak.
“Penjualan pokoknya dari tahun ke tahun makin sepi. Malah pas pandemi masih lebih ramai, kelihatannya memang lebih sepi, tapi yang datang itu pasti beli. Ibaratnya dari 10 orang, 8 orang tuh beli,” sambung Basir.
Jika pernak-pernik musiman ini tidak laku, Basir harus menyimpan stoknya untuk waktu yang lama. Trompet, misalnya, hanya laku saat periode Tahun Baru, sehingga harus disimpan selama kurang lebih setahun. Berbeda dengan kembang api yang masih memiliki peluang dijual kembali saat momen puasa atau Lebaran.
“Kalau nggak laku yang disimpan nunggu setahun lagi, buat tahun berikutnya lagi bisa. Kalau trompet nggak ada momen lagi selain tahun baruan, kalau kembang api paling masih bisa buat puasa, lebaran,” jelas Basir.
Meskipun demikian, Basir tetap berencana menambah produk baru untuk tahun depan, meski tidak dalam jumlah banyak.
“Tahun depan pasti ada beli lagi tambah produk, nggak mungkin jual sisa yang tahun ini doang. Tapi ya nambahnya nggak bakal banyak,” katanya.
Untuk berjualan pernak-pernik Tahun Baru ini, Basir mengeluarkan modal sekitar Rp 10 juta. Jumlah ini tergolong kecil karena ia hanya mengambil sedikit produk untuk lapaknya yang tidak terlalu besar. Angka ini jauh berbeda dengan lapak kembang api musiman di area depan Pasar Asemka yang bisa memiliki modal hingga miliaran rupiah.
“Kalau untuk kembang api dan trompet, karena lapak saya kecil, ambilnya sedikit, paling Rp 10 juta. Kalau yang lengkap seperti di depan itu bisa miliaran. Biasanya ada bosnya lagi yang menyediakan barang, yang jual pedagang biasa di sini juga. Kalau modal sendiri pasti nggak ada yang kuat, apalagi kalau tidak sedang musim liburan, pasar sepi,” jelas Basir.
Meski menghadapi tantangan, Basir masih menyimpan harapan. Ia berharap penjualan trompet dan kembang api di lapaknya dapat membaik menjelang H-1 pergantian tahun, yang seringkali menjadi puncak penjualan pernak-pernik akhir tahun.






