Sepanjang tahun 2025, sebanyak tujuh Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) harus menghentikan operasionalnya setelah izin usahanya dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Angka ini menunjukkan tren konsolidasi di industri perbankan rakyat, meskipun jumlahnya lebih rendah dibandingkan tahun 2024 yang mencapai 20 BPR.
Mayoritas penutupan BPR tersebut disebabkan oleh kondisi keuangan yang tidak sehat dan kurangnya modal, yang pada akhirnya mendorong OJK untuk mencabut izin usaha. Proses selanjutnya adalah likuidasi yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) guna melindungi nasabah.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Dua BPR Ajukan Likuidasi Sukarela
Fenomena menarik di tahun 2025 adalah adanya dua BPR yang secara sukarela meminta otoritas untuk dilikuidasi. Kedua bank tersebut adalah BPR Artha Kramat dan BPR Nagajayaraya Sentrasentosa.
Pada 24 Oktober 2025, OJK mengumumkan pencabutan izin usaha BPR Artha Kramat yang berlokasi di Jalan Raya Munjungagung Nomor 28, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Pencabutan ini dilakukan atas permintaan pemegang saham (Self Liquidation) yang ingin lebih fokus pada pengembangan BPR Bumi Sediaguna, bank lain dalam satu grup kepemilikan.
Hanya berselang lima hari, OJK kembali mengumumkan pencabutan izin usaha BPR Nagajayaraya Sentrasentosa. Bank yang beralamat di Jalan P.B. Sudirman No. 85, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur ini juga mengajukan permintaan sukarela dari pemegang sahamnya, dengan pertimbangan belum terpenuhinya modal inti minimum sesuai ketentuan yang berlaku.
Menanggapi kejadian ini, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menilai bahwa permintaan likuidasi sukarela merupakan bagian dari proses normal penataan dan konsolidasi industri BPR.
“Kami melihatnya bahwa ini merupakan permintaan self-liquidation ini bagai proses yang normal dan justru bagian dari penataan dan konsolidasi industri BPR,” pungkas Mahendra saat Konferensi Pers KSSK di Gedung Bank Indonesia (BI), Senin (3/11/2025) lalu.
Mahendra menambahkan, langkah ini diharapkan dapat menjadikan BPR lebih efisien dan berdaya tahan terhadap guncangan serta tuntutan di masa depan. Selain itu, peran pengurus dan pemilik BPR diharapkan lebih optimal dalam meningkatkan tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap seluruh ketentuan demi kinerja BPR yang lebih baik. Mahendra juga memastikan bahwa proses likuidasi sukarela tetap mendorong perlindungan nasabah.
Adapun ketujuh BPR/BPRS yang tutup sepanjang tahun 2025 adalah:
- BPRS Gebu Prima
- BPR Dwicahaya Nusaperkasa
- BPR Disky Surya Jaya
- BPRS Gayo Perseroda
- BPR Artha Kramat
- BPR Nagajayaraya Sentrasentosa
- BPR Bumi Pendawa Raharja
Dorongan Konsolidasi dan Target 1.000 BPR
OJK secara aktif mendorong penguatan industri BPR melalui konsolidasi. Selain penutupan BPR yang bermasalah, aksi konsolidasi juga marak terjadi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, memperkirakan jumlah BPR/BPRS dapat terus menurun hingga tersisa sekitar 1.000 bank.
“Karena itu BPR kan sekarang konsolidasinya sangat rame ya. Sedang besar-besaran dari BPR melakukan konsolidasi itu,” kata Dian di Amanaia Menteng, pada Selasa (3/6/2025) lalu.
Dian melanjutkan, “Dulu kan saya pernah ngomong pada awal-awal gitu kan, saya akan targetkan menjadi seribu. Tapi ternyata tanpa saya harus memaksa segala macam pun, kayaknya jumlah itu akan tercapai.”
Menurut Dian, penguatan BPR/BPRS sangat penting karena BPR, yang hanya diwajibkan memiliki modal inti minimum Rp6 miliar, dapat melakukan berbagai layanan seperti bank umum, termasuk listed, sistem pembayaran, hingga transaksi devisa. Tanpa pembenahan aspek manajemen risiko dan tata kelola, cita-cita BPR untuk masuk pasar modal akan sulit tercapai.
Dua Aksi Merger Besar-besaran
Sepanjang tahun 2025, tercatat ada dua aksi merger BPR besar-besaran yang signifikan:
- Merger Empat BPR dalam Satu Grup: Sebanyak empat BPR dalam satu naungan memutuskan untuk melebur. BPR-BPR tersebut adalah PT BPR Bina Sejahtera Insani (Binsani), PT BPR Rejeki Insani, PT BPR Dutabhakti Insani, dan PT BPR Bina Kharisma Insani. BPR Binsani yang berlokasi di Karanganyar, Jawa Tengah, menjadi entitas yang menerima penggabungan ketiga BPR lainnya. Merger ini resmi dilakukan pada 27 Agustus 2025.
- Transformasi BPRS Muhammadiyah Menjadi Bank Umum Syariah: Bank Syariah Matahari, besutan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, mendapatkan izin operasional dari OJK pada 18 Juni 2025. Bank ini sebelumnya merupakan BPRS yang dijadikan cangkang untuk mendirikan Bank Umum Syariah (BUS). Muhammadiyah memilih strategi ini karena kesulitan untuk melebur sebanyak 17 BPRS yang dimilikinya menjadi satu entitas.
Wakil Ketua Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata (MEBP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mukhaer Pakkanna, menjelaskan strategi tersebut.
“BPRS Matahari Artha Daya itu yang [jadi] bank nanti, kemudian [BPRS lain] ikut gabung. Jadi BPR lain bisa memegang saham ke bank yang baru. Satu yang jadi magnet. Jadi satu itu yang ditransformasi menjadi bank. Habis itu yang lain akan masuk juga. Jadi bukan di-merger, ya. Dia akan melebur,” ungkap Mukhaer usai acara Kolaborasi Strategis Muhammadiyah dan DMMX di Jakarta, Rabu (25/6/2025).






