Para miliarder di China dilaporkan mulai memindahkan jet pribadi mereka ke luar negeri secara diam-diam. Langkah ini diambil untuk menghindari aturan yang semakin ketat di Negeri Tirai Bambu, serta sorotan publik terkait kampanye antikorupsi Beijing.
Pesawat-pesawat milik orang kaya China kini semakin banyak terlihat parkir di pusat-pusat transit regional, seperti Singapura dan Jepang. Fenomena ini juga diiringi dengan semakin banyaknya miliarder dan eksekutif perusahaan yang memilih penerbangan komersial atau menggunakan layanan sewa jet bersama (jet timeshare) untuk perjalanan luar negeri mereka.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Penurunan Jumlah Jet Bisnis di China
Data dari firma layanan penerbangan Asian Sky Group menunjukkan adanya pergeseran signifikan. Jumlah jet bisnis di China daratan turun menjadi 249 unit pada tahun 2024, dari 270 unit pada tahun sebelumnya. Sebaliknya, Hong Kong mencatatkan penambahan satu unit jet bisnis tahun lalu, sehingga totalnya menjadi 56 unit.
Singapura juga mengalami kenaikan signifikan dengan bertambahnya 9 unit jet bisnis. Secara keseluruhan, wilayah Asia-Pasifik bertambah 14 unit, mencapai total 1.156 unit.
Subramania Bhatt, CEO Firma Pemasaran dan Teknologi Perjalanan China Trading Desk, meyakini bahwa sebagian besar pesawat yang kini berada di luar China tersebut adalah milik orang-orang China. “Yang kami lihat adalah semakin banyak pesawat yang diam-diam dipindahkan basisnya ke tempat-tempat seperti Singapura dan Jepang,” ujarnya.
Aturan Ketat dan Kampanye Antikorupsi
Para analis menyebut bahwa beberapa operator merasa gentar dengan pembatasan penggunaan jet pribadi yang diberlakukan pemerintah China. Tahun ini, China mulai mewajibkan izin pendaratan diajukan minimal lima hari kerja sebelum terbang, sebuah peningkatan dari aturan sebelumnya yang hanya tiga hari.
Aturan baru ini dinilai menyulitkan mobilitas para bos besar yang seringkali memiliki jadwal mendadak. Namun, di sisi lain, regulasi ini memberikan ruang bagi otoritas untuk memeriksa setiap rencana penerbangan demi alasan keamanan dan ketersediaan ruang udara.
Selain itu, jet pribadi juga dilarang lepas landas atau mendarat selama jam sibuk di bandara-bandara besar seperti Beijing, Shanghai, Guangzhou, dan Shenzhen. “Aturan di China daratan membuat penerbangan keluar dari China menjadi lebih sulit,” kata Charles Chang, Profesor Keuangan dari Universitas Fudan, Shanghai.
Faktor lain yang mendorong pergeseran ini adalah kampanye antikorupsi Beijing yang telah berjalan selama 13 tahun. Kampanye tersebut membuat pamer kepemilikan jet pribadi menjadi kurang elok secara citra publik. Akibatnya, banyak miliarder dan eksekutif perusahaan yang kini memilih untuk “turun kasta” dalam mode transportasi mereka.
Mereka mulai beralih menggunakan penerbangan komersial, mulai dari kelas utama (first class) hingga kelas ekonomi. Sebagian lainnya memilih opsi sewa jet (charter) atau timeshare daripada memiliki pesawat sendiri untuk menghindari sorotan. “Kelompok ini tetap akan bepergian, tetapi mereka hanya akan naik pesawat komersial biasa,” tambah Chang.






