Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali menegaskan komitmen pemerintah untuk menghentikan impor bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Target ambisius ini direncanakan berlaku mulai tahun 2026, dengan dua pilar utama sebagai penopang: beroperasinya Proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan dan implementasi program biodiesel B50.
Bahlil menyatakan bahwa penghentian impor solar ini akan terealisasi jika kilang RDMP Balikpapan, Kalimantan Timur, telah beroperasi penuh dan mampu memenuhi kebutuhan solar di dalam negeri. “Agenda kami pada tahun 2026 itu tidak ada impor solar lagi,” ujar Bahlil di Jakarta, Minggu (28/12/2025), seperti dikutip dari Antara.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Meski demikian, Bahlil menambahkan bahwa impor solar masih mungkin dilakukan apabila pasokan domestik belum mencukupi. “Tetapi tergantung dari Pertamina. Kalau katakanlah bulan Maret baru bisa, berarti Januari, Februari yang mungkin sedikit, mungkin sedikit yang bisa kita lagi exercise (memperhitungkan). Tapi itu pun lagi saya exercise ya. Tapi kalau katakanlah Januari, Februari pun tidak perlu impor, tidak usah, untuk apa impor? Tapi kalau kebutuhan memang harus katakanlah kalau kita belum siap, ya kita daripada tidak ada,” jelasnya.
Terkait kualitas BBM solar, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah siap meningkatkan standar mutu ke depan. “Upayanya akan ke sana. Terus kita lakukan yang terbaik,” katanya.
Sebelumnya, Bahlil juga telah melaporkan rencana penghentian impor solar mulai 2026 ini kepada Presiden Prabowo Subianto. Target tersebut sejalan dengan jadwal beroperasinya RDMP Balikpapan yang diharapkan mampu membuat produksi solar dalam negeri mandiri tanpa ketergantungan impor.
Sinergi RDMP dan Biodiesel B50 Dorong Kemandirian Energi
Selain RDMP Balikpapan, pemerintah juga gencar mendorong pengembangan bahan bakar nabati melalui kebijakan mandatori biodiesel B50. Bahlil menyebutkan bahwa kombinasi produksi dari RDMP dan implementasi B50 berpotensi menciptakan kelebihan pasokan solar.
Kondisi surplus ini bahkan membuka peluang bagi Indonesia untuk mengekspor solar pada masa mendatang, menandai langkah signifikan menuju kemandirian energi.
Kementerian ESDM telah menetapkan alokasi biodiesel untuk tahun 2026 sebesar 15.646.372 kiloliter. Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 439.K EK.01 MEM.E 2025.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Eniya Listyani menjelaskan, alokasi tersebut dibagi menjadi dua skema. Sebanyak 7.454.600 kiloliter dialokasikan untuk Public Service Obligation (PSO) dan 8.191.772 kiloliter untuk non-PSO.
“Pelaksanaan program mandatori biodiesel tahun 2026 akan didukung sinergi 32 badan usaha bahan bakar minyak dan 26 badan usaha bahan bakar nabati yang telah ditunjuk pemerintah, dengan tetap mempertahankan skema insentif sektor PSO seperti tahun sebelumnya,” ujar Eniya di Jakarta, Selasa (23/12/2025).
Penetapan alokasi biodiesel ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menekan impor solar sekaligus memperkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional melalui pemanfaatan sumber energi domestik.
Kementerian ESDM memperkirakan program biodiesel 2026 akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Nilai tambah crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel diproyeksikan mencapai Rp 21,8 triliun. RDMP Balikpapan yang diresmikan pada 17 Desember (2025) juga disebut Bahlil akan menghasilkan surplus solar hingga 4 juta ton.






