Negara-negara yang tergabung dalam MIKTA, yang mengidentifikasi diri sebagai kekuatan tengah (middle power), bersiap mengambil peran yang lebih sentral di tengah dinamika geopolitik global yang penuh ketidakpastian. Langkah ini menguat seiring dengan kecenderungan negara adidaya seperti Amerika Serikat yang mulai menarik diri dari berbagai organisasi kerja sama dunia, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Perjanjian Paris (Paris Agreement).
MIKTA, akronim dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia, dibentuk pada tahun 2013 di sela-sela Sidang Majelis Umum ke-68 PBB di New York. Kelima negara anggota ini berupaya memperkuat peran dalam penguatan prinsip multilateralisme di berbagai sektor strategis, mulai dari isu ekonomi, sosial, hingga politik.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
MIKTA sebagai Penyeimbang Global
Kuasa Usaha Kedutaan Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Park Soo-deok, menekankan pentingnya peran MIKTA. “MIKTA dapat memperkuat suara kolektif dan berperan sebagai kekuatan penyeimbang dalam urusan global. Peran (negara) kekuatan tengah saat ini tidak pernah lebih penting dari sebelumnya,” ujarnya dalam diskusi Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bertajuk MIKTA at a Crossroads: Middle Power Diplomacy in a Fragment World, Kamis (26/6) lalu.
Saat ini, keketuaan MIKTA dipegang oleh Korea Selatan. Di bawah kepemimpinannya, Korea Selatan menetapkan tiga agenda utama: membangun perdamaian dunia, mendorong keterlibatan anak muda, serta mempercepat pencapaian Sustainable Development Goals (SDG’s).
Sebagai negara kekuatan tengah, Park menyatakan bahwa anggota MIKTA mampu mengambil peran dalam membangun sistem global yang inklusif dengan menjembatani kepentingan negara maju dan berkembang. “Ini tidak semata mencerminkan arah kebijakan Korea, tapi juga menggambarkan aspirasi kolektif dan posisi kami sebagai negara middle power,” tambahnya.
Jembatan Antarnegara dan Pelengkap Forum Global
Senada dengan Park, Kuasa Usaha Kedubes Meksiko untuk Indonesia, Alonso Martin, juga menyebut MIKTA sebagai jembatan antara negara maju dan berkembang. Selain itu, Alonso menyatakan MIKTA merupakan pelengkap bagi forum global lainnya seperti BRICS.
Setahun sebelum Korea Selatan, Meksiko memegang kepemimpinan MIKTA. Di bawah kepemimpinannya, Meksiko mengusung nilai-nilai demokrasi, hukum internasional, dan pembangunan inklusif. “MIKTA harus tetap menjunjung multilateralisme, solusi kreatif untuk tantangan global, perubahan iklim, keuangan, ekonomi, dan menjadi jembatan penghubung negara berkembang dan negara maju,” ujar Alonso.
Sementara itu, Indonesia memandang MIKTA sebagai forum strategis untuk memperkuat diplomasi multilateral di tengah ancaman melemahnya prinsip kerja sama global. Direktur Pembangunan, Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri RI, Tri Purnajaya, menyebut MIKTA tidak hanya berfokus pada dimensi politik, tetapi juga meliputi isu strategis lainnya seperti ekonomi dan sosial.
Meski demikian, Tri mengakui bahwa realisasi kerja sama MIKTA sejak terbentuk pada 2013 masih cukup terbatas. Hingga kini, MIKTA belum memiliki forum bisnis. “Saya memiliki harapan MIKTA mempunyai keinginan untuk lebih besar, termasuk dalam kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi,” pungkas Tri.






