Internasional

RS Al-Awda Gaza Kembali Beroperasi Usai Terima Bantuan WHO, Stok Solar Hanya Cukup Dua Hari

Advertisement

Rumah Sakit (RS) Al-Awda di Jalur Gaza kembali membuka sebagian besar layanannya setelah sempat terhenti akibat krisis bahan bakar. Bantuan solar yang diterima dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat malam, 26 Desember 2025, diperkirakan hanya akan bertahan untuk dua setengah hari ke depan.

RS Al-Awda, yang berlokasi di distrik Nuseirat, Gaza Tengah, saat ini merawat sekitar 60 pasien rawat inap dan melayani hampir 1.000 warga setiap hari. Sebelumnya, operasional rumah sakit sangat terbatas karena kekurangan pasokan solar untuk menggerakkan generator listrik.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Pejabat pengelola RS Al-Awda, Ahmed Mehanna, menjelaskan bahwa “sebagian besar layanan sementara dihentikan karena kekurangan bahan bakar untuk generator.” Ia menambahkan, “Hanya departemen penting yang tetap beroperasi: unit gawat darurat, ruang bersalin, dan pediatri.”

Dalam kondisi normal, RS Al-Awda membutuhkan antara 1.000 hingga 1.200 liter solar per hari. Namun, sebelum bantuan tiba, rumah sakit hanya memiliki sekitar 800 liter. Dengan tambahan 2.500 liter solar dari WHO, operasional rumah sakit dapat kembali berjalan. Meski demikian, Mehanna mengingatkan, “Jumlah bahan bakar ini hanya akan bertahan dua setengah hari, tetapi kami dijanjikan pasokan tambahan pada Minggu depan.”

Pelaksana Tugas Direktur RS Al-Awda, Mohammed Salha, menuding otoritas Israel sengaja membatasi pasokan bahan bakar untuk fasilitas kesehatan lokal di Gaza. “Kami mengetuk semua pintu agar bisa terus memberikan layanan, tetapi sementara pendudukan memberikan bahan bakar untuk lembaga internasional, mereka membatasinya untuk fasilitas kesehatan lokal seperti Al-Awda,” kata Salha kepada AFP.

Meskipun gencatan senjata telah berlaku sejak 10 Oktober, krisis kemanusiaan di Gaza belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat jumlah bantuan yang masuk jauh di bawah kesepakatan, yakni hanya sekitar 100 hingga 300 truk per hari dari target 600 truk. Sebagian besar bantuan yang masuk merupakan barang komersial yang sulit diakses oleh mayoritas dari 2,2 juta penduduk Gaza.

Advertisement

Dampak krisis ini dirasakan langsung oleh warga, seperti Khitam Ayada (30), seorang pengungsi di Nuseirat. Ia mengaku tidak bisa mendapatkan perawatan setelah beberapa hari mengalami sakit ginjal. Ayada menuturkan, “Tapi mereka bilang tidak ada listrik untuk melakukan X-ray… dan mereka tidak bisa merawat saya.” Ia juga menambahkan, “Kami kekurangan segalanya dalam hidup, bahkan layanan medis paling dasar.”

Sektor kesehatan menjadi salah satu yang paling terdampak akibat perang berkepanjangan. Selama pertempuran, Israel berulang kali menarget rumah sakit di seluruh Gaza, dengan alasan bahwa Hamas mengoperasikan pusat komando di sana. Tuduhan ini dibantah oleh kelompok Hamas.

Organisasi medis internasional Doctors Without Borders saat ini mengelola sekitar sepertiga dari 2.300 tempat tidur rumah sakit di Gaza. Selain itu, kelima pusat stabilisasi untuk anak-anak yang mengalami malnutrisi parah juga didukung oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional.

Konflik di Gaza dipicu oleh serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan 1.221 orang, sebagian besar adalah warga sipil.

Advertisement
Mureks