Nasional

Menyingkap Jejak Peradaban Kuno: Patung Megalitikum Nias, Warisan yang Tetap Hidup hingga Kini

Pulau Nias, dengan lanskap budayanya yang kaya, menyimpan jejak peradaban kuno yang tak lekang oleh waktu. Patung dan batu megalitikum di sana bukan sekadar artefak masa lalu, melainkan bagian integral dari tradisi batu besar yang masih lestari hingga abad ke-20. Keberadaan warisan ini telah menarik perhatian ilmiah sejak paruh pertama abad ke-20, menguak kisah panjang tentang pemujaan leluhur dan penegasan status sosial.

Bagi masyarakat Nias, benda-benda ini memiliki makna mendalam sebagai bagian dari kehidupan adat yang terus dijalankan. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dalam publikasinya, Album Benda Cagar Budaya: Megalitik Nias, menjelaskan bahwa pendataan sistematis patung-patung batu Nias dimulai pada dekade 1990-an melalui program inventarisasi cagar budaya nasional. Meskipun demikian, keberadaan patung-patung ini telah dikenal luas oleh misionaris dan penjelajah Eropa sejak abad ke-19.

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Perhatian Ilmiah dan Pengakuan sebagai Tradisi Megalitikum Hidup

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) dalam naskah Tradisi Megalitik di Pulau Nias, mencatat bahwa perhatian ilmiah terhadap batu-batu megalitik Nias mulai menguat pada paruh pertama abad ke-20. Saat itu, arkeolog dan etnografer Belanda aktif mendokumentasikan, memotret, dan menggambar kursi batu, menhir, serta patung manusia di desa-desa adat.

Peneliti terkemuka seperti Van Heekeren dan Soejono kemudian mengidentifikasi Nias sebagai salah satu “living megalithic tradition” di Indonesia, bersanding dengan Sumba dan Toraja. Samsul Farid dan Muhamad Husnu dalam buku Cerdas Menjawab Soal Sejarah SMA/MA/SMK, menegaskan bahwa temuan patung megalitikum di Nias menjadi bukti kuat berlanjutnya tradisi zaman batu muda hingga masa sejarah, dengan fungsi utama terkait pemujaan leluhur dan penegasan status sosial.

Kekhasan Bentuk dan Fungsi dalam Upacara Adat

Direktorat Cagar Budaya Kemdikbud, melalui Album Tradisi Megalitik di Indonesia, menegaskan bahwa megalit Nias memiliki bentuk khas yang unik dan tidak ditemukan di daerah lain, salah satunya adalah osa-osa atau kursi batu berukir. Patung-patung megalitikum Nias seringkali dipahat menyerupai manusia dengan proporsi kaku, hidung tajam, dan mata menonjol, yang secara simbolis melambangkan tokoh bangsawan atau leluhur penting di suatu desa.

H. Sukendar, dalam penelitiannya The Megaliths of Nias Island, menjelaskan bahwa patung dan batu meja di Nias dirancang sangat spesifik untuk upacara owasa. Upacara ini merupakan pesta jasa besar yang diselenggarakan oleh kaum bangsawan sebagai syarat penting untuk kenaikan status sosial mereka dalam masyarakat.

Situs-Situs Penting dan Sebaran Megalitikum di Nias

Kemdikbud, melalui Album Megalitik Nias, telah mendokumentasikan sejumlah situs penting di Nias Selatan dan Nias Barat. Lokasi seperti Tetegewo, Hilisimaetano, dan Boronadu, menjadi rumah bagi patung dan batu besar yang usianya diperkirakan mencapai ratusan hingga ribuan tahun.

Museum Pusaka Nias turut menggambarkan sebaran patung tekhemböwö, menhir, dolmen, dan sarkofagus batu yang ditemukan di halaman rumah adat serta alun-alun desa, membentuk bagian tak terpisahkan dari tata ruang tradisional. Sebuah artikel kajian arkeologi berjudul Megalitik Fenomena yang Berkembang di Indonesia terbitan Kemdikbud, lebih lanjut menjelaskan bahwa di wilayah Gomo, Nias Selatan, batu-batu megalitik diperkirakan dibuat antara tahun 1000–1500 M. Periode ini sejalan dengan gelombang migrasi penduduk dari daratan Asia yang turut membawa tradisi batu besar ke pulau tersebut.

Makna Sosial, Religius, dan Upaya Pelestarian

Patung dan batu megalitik yang tersebar di Gomo, Boronadu, dan Tetegewo di Pulau Nias jauh melampaui statusnya sebagai benda kuno. Bagi masyarakat setempat, artefak-artefak ini memegang makna penting sebagai penanda kedudukan sosial, sarana simbolis untuk menghormati dan berkomunikasi dengan leluhur, serta lambang jati diri sebuah komunitas.

Proses pendirian setiap patung megalitik bukanlah hal yang sederhana. Masyarakat secara turun-temurun menyelenggarakan pesta adat besar yang melibatkan banyak orang. Dalam upacara tersebut, babi disembelih dan emas dibagikan sebagai wujud kerja sama serta penghormatan kepada tokoh yang diabadikan melalui patung.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menjelaskan bahwa sebagian patung dan batu megalitikum telah dipindahkan ke Museum Pusaka Nias untuk tujuan pelestarian. Namun, banyak desa adat yang memilih untuk tetap mempertahankan dan merawat batu-batu megalitik di lokasi aslinya. Kemdikbud menilai, praktik ini krusial karena tidak hanya menjaga warisan budaya tetap hidup, tetapi juga berfungsi sebagai penghubung vital antara generasi muda dengan sejarah panjang serta nilai-nilai luhur leluhur mereka.

Mureks