Istilah ijmak menjadi rujukan penting dalam kajian hukum Islam, sering muncul saat membahas sumber hukum dan perumusan fatwa keagamaan. Konsep ini menempati posisi krusial dalam struktur syariat, sejajar dengan Al-Qur’an dan hadis sebagai landasan penetapan hukum.
Untuk memahami peranannya, penting untuk menelusuri pengertian ijmak, contoh-contoh historisnya, hingga jenis-jenis yang berkembang di tengah masyarakat muslim.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Pengertian Ijmak sebagai Sumber Hukum Islam
Ijmak merupakan salah satu landasan kuat dalam pengambilan keputusan hukum yang mengikat umat Islam. Hal ini ditegaskan dalam kajian jurnal berjudul Konsep Dasar Ijmak sebagai Sumber Hukum Islam (Jurnal Pendidikan Tambusai, Vol. 7, No. 1, Th. 2023) karya Ahmad Syaripudin.
Para ulama mendefinisikan ijmak sebagai kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Islam pada suatu masa tertentu mengenai hukum suatu masalah setelah wafatnya Nabi Muhammad. Kesepakatan ini muncul sebagai respons atas kebutuhan masyarakat terhadap jawaban hukum yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Qur’an atau hadis.
Kedudukan Ijmak dalam Hukum Islam
Dalam struktur hukum Islam, ijmak menempati posisi penting setelah Al-Qur’an dan hadis. Keberadaannya dianggap sebagai bukti kebulatan pendapat kolektif para ahli agama, sehingga menghasilkan hukum yang sah dan dapat dijadikan pegangan dalam kehidupan bermasyarakat.
Al-Qur’an dan hadis tidak secara langsung menyebut istilah ijmak, tetapi prinsip bermusyawarah dan persatuan pendapat terlihat dalam ayat-ayat seperti QS. An-Nisa: 59. Hadis Nabi juga menyebutkan pentingnya mengikuti jamaah atau kesepakatan mayoritas, yang kemudian melahirkan konsep ijmak dalam tradisi hukum Islam.
Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa ijmak diposisikan sebagai sumber hukum otoritatif setelah Al-Qur’an dan hadis. Ini karena kesepakatan para ahli agama dianggap tidak mungkin bersepakat dalam kesalahan terkait urusan syariat.
Contoh-Contoh Ijmak dalam Sejarah Islam
Sepanjang sejarah, ijmak telah memainkan peran penting dalam penetapan hukum Islam, terutama pada masa-masa awal perkembangan umat Islam.
Ijmak pada Masa Sahabat
Salah satu contoh ijmak yang sering disebut adalah saat para sahabat sepakat mengumpulkan mushaf Al-Qur’an di masa Khalifah Utsman bin Affan. Keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan kebutuhan umat, dan tidak ada satu pun sahabat yang menentangnya.
Ijmak Tabi’in dan Ulama Setelahnya
Setelah masa sahabat, ijmak juga muncul di kalangan tabi’in dan ulama generasi berikutnya. Salah satu contohnya adalah penetapan hukum tentang zakat pertanian dan perdagangan yang belum dirinci secara detail pada masa Nabi.
Selain urusan mushaf dan zakat, ijmak juga terlihat dalam penentuan hukum-hukum baru seperti ketentuan warisan, hukum pajak, hingga tata cara pemilihan pemimpin umat. Semua keputusan tersebut diambil melalui kesepakatan luas para ahli hukum Islam di masanya.
Menurut Ahmad Syaripudin, “setiap ijmak yang pernah terjadi pada masa sahabat dan tabi’in menjadi contoh nyata bahwa ijmak bukan sekadar teori, tetapi juga praktik nyata yang berpengaruh dalam kehidupan umat Islam.”
Jenis-Jenis Ijmak: Memahami Ijmak Qiyas
Dalam perkembangan ilmu fikih, para ulama membedakan beberapa macam ijmak berdasarkan cara terbentuknya. Salah satunya adalah ijmak qiyas yang sering menjadi bahan diskusi di lingkungan pesantren dan akademisi.
Macam-Macam Ijmak
Secara umum, terdapat tiga macam ijmak:
- Ijmak sharih (kesepakatan eksplisit)
- Ijmak sukuti (kesepakatan diam-diam)
- Ijmak qiyasi (kesepakatan berdasarkan analogi hukum/qiyas)
Masing-masing jenis memiliki karakter dan kekuatan hukum yang berbeda.
Penjelasan Tentang Ijmak Qiyas
Ijmak qiyas adalah kesepakatan para ulama yang didasarkan pada analogi atau qiyas. Artinya, hukum yang belum ada ketentuannya secara langsung dalam Al-Qur’an dan hadis kemudian dianalogikan pada hukum yang telah ada, lalu disepakati bersama.
Perbedaan Ijmak dengan Qiyas
Ijmak merupakan hasil kesepakatan kolektif para ulama, sedangkan qiyas adalah metode penetapan hukum dengan membandingkan suatu masalah baru dengan kasus yang sudah ada hukumnya. Ijmak qiyas menjadi penghubung antara keduanya, sebab penetapan hukumnya tetap melalui kesepakatan bersama.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Ahmad Syaripudin menegaskan bahwa “ijmak, termasuk ijmak qiyas, selalu berangkat dari kebutuhan aktual masyarakat dan pertimbangan mendalam para ahli hukum Islam.”
Kesimpulan
Memahami ijmak sangat penting untuk mengetahui bagaimana umat Islam merespons perubahan dan kebutuhan hukum yang belum diatur secara jelas dalam Al-Qur’an dan hadis. Ijmak menjadi salah satu pilar kuat yang menjaga kesatuan pemahaman hukum di tengah perbedaan pendapat.
Secara ringkas, ijmak adalah kesepakatan para ulama yang dijadikan sumber hukum setelah Al-Qur’an dan hadis. Dengan mempelajari contoh dan jenis-jenis ijmak seperti ijmak sharih, sukuti, dan qiyas, masyarakat bisa lebih memahami dinamika penetapan hukum dalam Islam.






