Dalam sistem hukum Islam, konsep Hudud sering menjadi pusat diskusi dan perdebatan. Namun, tidak jarang terjadi kesalahpahaman dalam membedakannya dengan Qisas dan Ta’zir, padahal ketiganya memiliki fungsi serta aturan yang berbeda secara fundamental. Memahami makna, dasar hukum dalam Al-Quran, serta perbedaan mendasar antara ketiga kategori hukum ini menjadi krusial untuk menghindari salah persepsi dalam penerapannya.
Pengertian Hudud dalam Hukum Islam
Hudud secara bahasa berarti batas. Dalam konteks syariat Islam, Hudud adalah batasan atau ketentuan hukum yang telah ditetapkan secara tegas dalam Al-Quran dan hadis. Aturan ini bersifat tetap dan tidak bisa diubah oleh manusia.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Menurut Konsep Hudud Dalam Al-Quran, Hudud dijelaskan sebagai seperangkat sanksi tegas atas pelanggaran tertentu yang telah diatur oleh Allah, seperti zina, pencurian, atau perampokan. Pelaksanaan Hudud tidak bergantung pada pertimbangan manusia karena ketentuannya sudah jelas dan terperinci.
Dalil hukum Hudud tercantum dalam beberapa ayat Al-Quran. Salah satu contohnya adalah hukuman potong tangan bagi pencuri yang disebutkan dalam surah Al-Ma’idah ayat 38. Setiap pelanggaran yang dikenai Hudud telah disebutkan secara eksplisit dalam kitab suci.
Penerapan Hudud memiliki tujuan utama menjaga kemaslahatan masyarakat dan mencegah kejahatan. Hudud juga berfungsi sebagai pelajaran agar individu berpikir dua kali sebelum melakukan pelanggaran. Penetapan hukuman ini dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap nilai-nilai sosial dan moral dalam kehidupan umat Islam.
Perbedaan Mendasar antara Hudud dan Qisas
Meskipun sering disebut bersamaan, Hudud dan Qisas mempunyai cakupan serta aturan yang berbeda. Hudud digunakan untuk pelanggaran tertentu yang batas hukumannya sudah ditetapkan, sementara Qisas lebih berfokus pada pembalasan yang setimpal atas kejahatan terhadap jiwa atau anggota tubuh.
Qisas adalah hukum balas setimpal dalam kasus pembunuhan atau penganiayaan berat. Sebagai contoh, jika seseorang melukai orang lain, maka pelaku dapat dikenai hukuman serupa. Qisas menempatkan keadilan sebagai prinsip utama dalam menyelesaikan pelanggaran berat.
Perbedaan utama antara Hudud dan Qisas terletak pada jenis pelanggaran, sifat hukuman, serta hak pengampunan. Hudud hanya berlaku untuk pelanggaran yang sudah ditentukan Al-Quran, seperti zina dan pencurian. Sementara itu, Qisas diterapkan pada tindak pidana yang melibatkan nyawa atau anggota tubuh. Menurut Fiddini Izaturahmi dkk., “qisas memungkinkan adanya pemaafan dari korban atau keluarga korban, sedangkan hudud tidak memberikan ruang pengampunan kecuali pada kondisi khusus.”
Memahami Konsep Ta’zir dalam Hukum Islam
Selain Hudud dan Qisas, hukum Islam juga mengenal konsep Ta’zir. Ta’zir memberikan ruang fleksibilitas bagi hakim dalam menjatuhkan hukuman, terutama untuk pelanggaran yang tidak termasuk dalam kategori Hudud atau Qisas.
Ta’zir adalah hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim berdasarkan kebijakan dan situasi pelanggaran. Hukuman ini umumnya diberikan kepada pelanggaran yang tidak diatur secara spesifik dalam Al-Quran maupun hadis.
Perbedaan antara Hudud dan Ta’zir sangat jelas. Hudud bersifat mutlak dan wajib dilaksanakan sesuai ketentuan syariat, sedangkan Ta’zir bersifat fleksibel dan dapat menyesuaikan keadaan. Hakim memiliki wewenang penuh dalam menetapkan jenis dan berat hukuman Ta’zir. Dalam buku Konsep Hudud Dalam Al-Quran (Jurnal Budi Pekerti Agama Islam, Th. 2024) dijelaskan bahwa “ta’zir menjadi alat penting untuk menjaga ketertiban sosial, terutama saat pelanggaran tidak masuk kategori hudud.”
Urgensi Pemahaman Hudud, Qisas, dan Ta’zir
Pemahaman yang komprehensif tentang Hudud, Qisas, dan Ta’zir sangat penting agar masyarakat tidak salah dalam memaknai hukum Islam. Ketiga kategori hukum ini memiliki peran berbeda dalam menjaga keadilan dan keamanan sosial, dengan dasar, tujuan, dan mekanisme penerapan yang berbeda-beda.
Dampak sosial dari penerapan hukum Hudud, Qisas, dan Ta’zir sangat besar terhadap kehidupan bermasyarakat. Selain itu, memahami ketiganya dapat membantu dalam menegakkan keadilan tanpa mengabaikan nilai kemanusiaan. Seperti diuraikan oleh Fiddini Izaturahmi, “pemahaman syariat secara menyeluruh menjadi kunci agar hukum Islam berjalan dengan adil dan bijaksana di tengah masyarakat modern.”






