Keuangan

Larangan Impor Beras Industri 2026 Berpotensi Picu Kenaikan Harga Pangan Olahan, CIPS Soroti Ketidakpastian

Keputusan pemerintah untuk meniadakan impor beras industri dan beras khusus pada tahun 2026 berpotensi mengganggu stabilitas industri pangan olahan dan memicu kenaikan harga produk. Peneliti senior Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hasran, menyoroti kebijakan ini dapat menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha.

Pemerintah telah memutuskan untuk menghapus kuota impor kedua jenis beras tersebut dari Neraca Komoditas (NK) 2026. Padahal, pada NK 2025, pemerintah masih mengalokasikan kuota impor beras industri dan khusus sebanyak 443,9 ribu ton.

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Ketidakpastian Pasokan dan Spesifikasi Beras

Hasran menekankan bahwa penutupan keran impor tanpa pertimbangan data akurat dan jaminan pasokan domestik yang sesuai dengan kebutuhan industri akan menciptakan masalah serius. “Kebutuhan beras untuk industri olahan memiliki spesifikasi dan karakteristik yang berbeda dari beras konsumsi oleh petani lokal,” ujar Hasran dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/12/2025).

Jenis beras yang dimaksud mencakup beras pecah (menir) sebagai bahan baku tepung beras dan bihun, serta beras varietas tertentu seperti Basmati yang umum digunakan untuk masakan biryani, dan Jasmine.

CIPS mengkhawatirkan kebijakan ini tidak akan diikuti dengan ketersediaan pasokan yang memadai dari dalam negeri. Keterbatasan bahan baku tersebut berisiko meningkatkan biaya produksi bagi industri pangan.

Klaim Swasembada dan Kendala Birokrasi

Keputusan pemerintah ini didasarkan pada klaim swasembada beras. Namun, Hasran menilai klaim tersebut belum mempertimbangkan segmentasi beras yang beragam. Pemerintah, menurutnya, cenderung menyeragamkan beras konsumsi dengan beras industri, padahal spesifikasi teknis dan fungsi kedua komoditas ini berbeda secara fundamental.

Selain itu, Hasran juga mengkritik penetapan Neraca Komoditas 2026 yang melewati batas waktu. NK 2026 baru diumumkan pada 16 Desember 2025, padahal Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2025 mengamanatkan penetapan paling lambat 7 Desember 2025.

Keterlambatan ini, kata Hasran, menunjukkan bahwa sistem Neraca Komoditas belum mampu memberikan kepastian kepada pelaku usaha. Ia berpandangan, alih-alih menyederhanakan tata kelola komoditas pangan, sistem ini justru menghadapi kendala birokrasi yang tidak jauh berbeda dari sistem sebelumnya.

Jika persoalan pasokan dan biaya produksi ini tidak segera menemukan solusi, masyarakat diprediksi akan menghadapi kenaikan harga produk pangan olahan berbasis beras pada tahun 2026.

Mureks