Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa, 30 Desember 2025, memanggil empat saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi pemerasan di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara (HSU). Pemanggilan ini merupakan bagian dari penyidikan kasus yang menjerat mantan Kepala Kejaksaan Negeri HSU, Albertinus P Napitupulu, sebagai tersangka.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi pemanggilan tersebut. “Saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait pemerasan di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara (HSU),” ujar Budi kepada wartawan, Selasa (30/12/2025).
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Pemeriksaan terhadap para saksi dilakukan di Kantor Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Selatan. Budi Prasetyo belum merinci materi pendalaman penyidik terhadap para saksi yang hadir.
Daftar Saksi yang Dipanggil KPK
- Kepala Dinas Pendidikan HSU, Rahman Heriadi
- Kepala Dinas Kesehatan HSU, M Yandi Friyadi
- Sekretaris DPRD HSU, M Syarif Fajerian Noor
- Kepala Dinas Perpustakaan HSU, Karyanadi
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Selain Albertinus P Napitupulu, dua tersangka lainnya adalah eks Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU Asis Budianto dan eks Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari HSU Taruna Fariadi. Ketiganya diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten HSU.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan penetapan tersangka ini dalam konferensi pers di gedung KPK pada Sabtu, 20 Desember. “Setelah ditemukan kecukupan alat bukti KPK menetapkan tiga orang tersangka sebagai berikut, saudara APN selaku Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara periode Agustus 2025 sampai sekarang. Kedua, ASB selaku Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara dan saudara TAR selaku kepala Seksi Datun Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara,” terang Asep.
Berdasarkan hasil penyidikan, Albertinus P Napitupulu diduga menerima uang sebesar Rp 804 juta dalam kurun waktu November hingga Desember 2025. Ia juga diduga memotong anggaran operasional Kejari HSU sebesar Rp 257 juta untuk kepentingan pribadi, serta menerima Rp 450 juta dari penerimaan lain.
Sementara itu, Asis Budianto diduga menerima uang sebesar Rp 63,2 juta dari Februari hingga Desember 2025. Adapun Taruna Fariadi diduga menerima jumlah terbesar, yakni Rp 1,07 miliar.






