Kamis, 01 Januari 2026 – Yusra Mahendra, warga Jorong Labuah, Nagari Sungai Batang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, menunjukkan semangat luar biasa pascabencana banjir-longsor yang melanda wilayahnya pada November 2025 lalu. Meski kehilangan rumah dan neneknya meninggal dunia di pengungsian, Yusra kini aktif menjadi relawan, membantu sesama penyintas.
Peristiwa tragis itu meninggalkan luka mendalam bagi Yusra. Rumahnya rubuh tak bersisa diterjang banjir-longsor. Tak lama berselang, sang nenek mengembuskan napas terakhir di pengungsian. “Kalau keluarga waktu di dalam bencana itu dalam pengungsian meninggal dunia, itu karena jantungan dengan rasa ketakutan yang setiap hari dihantui dengan gelombang air yang sangat tinggi,” tutur Yusra saat ditemui di Nagari Maninjau, Kabupaten Agam, Rabu (31/12/2025).
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Yusra mengenang, tiga hari pascabencana, situasi di pengungsian sangat memprihatinkan. Akses jalan banyak yang terputus, dan bantuan medis tak kunjung tiba. “Tiga hari setelah bencana dan tidak ada evakuasi dan tindakan pemerintah untuk bagaimana jalan keluarnya. Kami tetap bertahan di pengungsian,” ungkapnya.
Kondisi pengungsian pun jauh dari layak. Sebuah posko kecil harus menampung sekitar 70 orang. “Jangankan untuk tidur bergeser untuk duduk saja susah,” imbuh Yusra, menggambarkan betapa padatnya kondisi saat itu.
Bangkit Menjadi Relawan
Meski menjadi korban, Yusra memilih untuk tidak larut dalam kesedihan. Ia kini mendedikasikan dirinya sebagai relawan di posko pengungsian milik DPC PDIP Kabupaten Agam. Semangatnya untuk membantu sesama penyintas tak pernah padam.
“Di samping kita terdampak bencana, kita tetap semangat untuk membantu masyarakat yang ada di sekitar ini,” tegas Yusra. Ia meyakini pentingnya saling tolong-menolong dalam situasi sulit. “Dengan kesempatan apa pun akan saya lakukan, karena kita harus hidup saling bantu membantu,” tambahnya.
Yusra berharap, pemerintah segera melakukan normalisasi sungai di kawasannya. Ia tidak ingin bencana serupa kembali terulang dan menghancurkan pemukiman warga. “Bagaimana cara kampung kami ini untuk menormalisasikan air sungai yang selalu mengamuk dan menghantam rumah-rumah warga yang saat ini,” pungkasnya.






