Nasional

Ketika Kecerdasan Buatan Menjadi ‘Penolong Instan’ Mahasiswa: Ancaman atau Peluang bagi Nalar Kritis?

Perkembangan pesat teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam beberapa tahun terakhir telah membawa transformasi signifikan di berbagai sektor, termasuk dunia pendidikan tinggi. Di kalangan mahasiswa, AI kini bukan lagi sekadar istilah asing, melainkan telah menjadi bagian integral dari keseharian akademik mereka.

AI sebagai “Penolong Instan” di Tengah Tuntutan Akademik

Fenomena ini terlihat dari masifnya penggunaan AI untuk beragam keperluan, mulai dari mencari referensi, membantu menyelesaikan tugas-tugas harian, hingga merangkum jurnal ilmiah. Kehadiran AI dianggap sebagai solusi praktis di tengah padatnya tuntutan akademik, jadwal kuliah yang menumpuk, tugas, presentasi, serta tekanan untuk selalu aktif.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Bagi sebagian mahasiswa, AI hadir sebagai “penolong yang instan”. Dengan satu perintah, mereka dapat memperoleh ringkasan materi, ide tulisan, bahkan jawaban atas pertanyaan tanpa memerlukan proses yang panjang. Kemudahan ini tak dimungkiri menawarkan kepraktisan yang menghemat waktu dan energi.

Kekhawatiran: Ketergantungan dan Erosi Nalar Kritis

Namun, di balik kemudahan tersebut, penggunaan AI di kalangan mahasiswa juga memunculkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran mendalam. Apakah AI benar-benar mendukung proses belajar, atau justru mendorong ketergantungan dan mengikis kemampuan berpikir kritis mahasiswa? Pertanyaan ini menjadi krusial, mengingat mahasiswa adalah calon penerus yang dituntut untuk mampu berpikir mandiri dan analitis.

Erika Simamora, seorang mahasiswa Teknik Kimia Universitas Pamulang, menyoroti bahwa pola belajar tradisional seperti membuka buku, mencatat, dan berdiskusi langsung, seharusnya tidak hilang. Namun, ia mengamati, “mahasiswa sekarang lebih memilih bertanya pada AI yang dapat mempermudah dalam mengerjakan sesuatu.” Proses mencari jawaban memang menjadi lebih cepat, tetapi sering kali mengabaikan proses pemahaman.

Simamora menambahkan, “Bahkan tidak sedikit mahasiswa yang menggunakan AI hanya untuk mendapatkan pekerjaan yang simple dan mendapatkan hasil akhir, bukan untuk memperdalam pemahaman materi. Menurut saya, di sinilah letak kesalahan penggunaan AI dalam dunia perkuliahan.” Ia menegaskan, AI adalah alat bantu yang potensial jika digunakan secara bijak. Tanpa kontrol dan kesadaran, AI dapat merusak nilai kejujuran akademik, memicu plagiarisme, kesamaan tugas, hingga jawaban yang belum tentu akurat karena minimnya pemahaman.

Lebih lanjut, penggunaan AI yang tidak tepat juga berpotensi memengaruhi kemampuan berpikir mahasiswa. Banyak yang merasa tidak percaya diri dalam menuangkan ide dengan kata-kata sendiri, memilih untuk menggunakan hasil AI dan hanya sedikit mengeditnya. Jika kebiasaan ini terus berlanjut, kemampuan berpikir kritis dan orisinalitas ide mahasiswa dikhawatirkan akan semakin berkurang dan melemah.

Memanfaatkan AI secara Bijak: Peran Institusi dan Kesadaran Diri

Meski demikian, AI tidak sepenuhnya dapat disalahkan. Sebagai sebuah alat, dampaknya sangat bergantung pada cara penggunaannya. Mahasiswa yang bijak dapat memanfaatkan AI sebagai asisten dalam belajar, bukan sebagai pengganti proses berpikir. Contohnya, AI bisa digunakan sebagai referensi awal, membantu memahami konsep yang sulit, atau menyusun kerangka penulisan, sementara pengembangan ide tetap dilakukan secara mandiri.

Fenomena ini juga menuntut peran aktif dari institusi pendidikan dan para dosen. Larangan keras terhadap AI bukanlah solusi yang tepat. Sebaliknya, institusi perlu membimbing mahasiswa dalam etika penggunaan AI dalam kegiatan akademik. Dosen dapat mengarahkan mahasiswa untuk menggunakan AI secara bijak dan bertanggung jawab, sekaligus mendorong metode pembelajaran yang menekankan proses, bukan hanya hasil akhir yang tidak dipahami.

Erika Simamora berpendapat, “pentingnya bagi mahasiswa untuk memiliki kesadaran diri dalam penggunaan AI.” Mahasiswa perlu merefleksikan apakah AI digunakan untuk membantu memahami materi atau sekadar menyelesaikan tugas secara instan. Kesadaran ini krusial agar mahasiswa tidak merugikan diri sendiri, melainkan dapat memanfaatkan AI untuk hasil yang baik dan berkelanjutan di masa depan.

Tantangan dan Peluang di Era AI

Penggunaan AI juga menghadirkan tantangan baru bagi dunia pendidikan. Kurikulum dan metode pembelajaran memerlukan penyesuaian diri dengan perkembangan teknologi. Tugas-tugas yang semakin kompleks mungkin menuntut penggunaan AI, namun mahasiswa tetap harus didorong untuk berpikir kritis. Di sisi lain, AI juga membuka peluang besar bagi mahasiswa untuk berkembang, belajar lebih efektif, memperluas wawasan, dan meningkatkan produktivitas, asalkan digunakan dengan integritas akademik yang kuat dan bertanggung jawab.

Pada akhirnya, penggunaan AI di kalangan mahasiswa adalah cerminan yang perlu disikapi secara kritis. Teknologi akan terus berkembang, dan dunia pendidikan harus mampu beradaptasi tanpa kehilangan esensi tanggung jawab. Mahasiswa sebagai generasi penerus dituntut untuk tidak hanya mengikuti arus perkembangan teknologi, melainkan juga bijak dalam menggunakannya. AI perlu dipahami sebagai pendukung, bukan penentu utama dalam perjalanan pendidikan akademik.

Mureks