Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana memperbanyak penerbitan surat utang tenor pendek atau Surat Perbendaharaan Negara (SPN) pada tahun 2026. Kebijakan ini disebut sebagai upaya pendalaman pasar obligasi.
Direktur Jenderal Stabilitas Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari arahan Menteri Keuangan. “Itu adalah bagian dari arahannya Pak Menteri Keuangan untuk kita melakukan pendalaman pasar,” kata Febrio di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (23/12/2025).
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Febrio menambahkan, tingginya permintaan investor atau pelaku pasar obligasi terhadap SPN menjadi salah satu pendorong utama. Pemerintah merespons kebutuhan ini dengan mengintensifkan penerbitan SPN yang memiliki tenor 1-12 bulan tersebut pada tahun 2026, meskipun detail proporsinya dalam keseluruhan struktur Surat Utang Negara (SUN) belum dirinci.
“Itu kan sebenarnya sangat dibutuhkan oleh pasar untuk menjadi referensi sebagai risk free dibandingkan dengan instrumen jangka pendek yang bukan sovereign. Jadi SPN itu sangat dibutuhkan oleh pasar,” ucap Febrio.
Ia juga menegaskan bahwa peningkatan penerbitan SPN ini tidak akan mengganggu kesinambungan fiskal atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, kebijakan ini semata-mata merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mengelola kas negara secara lebih efisien.
“Sehingga kita juga melihat bahwa pasar kita sudah cukup reliable. Sehingga kita cukup pede untuk rely on market ketika kita butuh jangka pendek,” papar Febrio. “Demand-nya juga cukup tinggi. Nah ini keseimbangan antara supply dan demand-nya sekaligus kita perdalam pasarnya. Jadi bagus,” tegasnya.
Sebagai informasi, selama ini pemerintah cenderung mengandalkan utang tenor jangka menengah hingga panjang. Strategi ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa risiko beban pembayaran utang pemerintah berada dalam kondisi aman, sebagaimana dijelaskan dalam artikel “Menjawab Utang” di situs web Kemenkeu.






