Menjelang akhir tahun, banyak karyawan tidak hanya sibuk menyusun resolusi, tetapi juga mempertimbangkan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan mereka. Keinginan untuk resign di tahun depan bukanlah keputusan yang diambil secara spontan, melainkan hasil akumulasi berbagai faktor selama masa kerja.
Syarif Yunus, seorang Dosen Unindra sekaligus Ketua Dewas DPLK Sinarmas AM, menyoroti bahwa banyak alasan melatarbelakangi keinginan ini. Mulai dari lingkungan kerja yang tidak sehat, target yang tidak tercapai, atasan yang terlalu mengontrol, hingga gaji yang dirasa tidak sesuai. Perbandingan hidup di media sosial juga kerap memicu keinginan untuk mundur.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Namun, Syarif Yunus mengingatkan agar keputusan resign tidak didasari oleh emosi semata. “Jangan buru-buru pengen resign, apalagi atas sebab emosi,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya mengevaluasi apakah masalahnya terletak pada tempat kerja atau strategi pengelolaan diri dalam berkarier, sebab resign belum tentu menjadi solusi terbaik.
7 Alasan Objektif Karyawan Mempertimbangkan Resign
Menurut Syarif Yunus, setidaknya ada tujuh alasan paling umum dan rasional yang patut dipertimbangkan seorang karyawan sebelum memutuskan untuk resign:
- Pekerjaan tidak lagi memberi makna. Awalnya menantang, pekerjaan kini terasa rutinitas tanpa perkembangan. Karyawan merasa tidak lagi belajar hal baru atau memberikan kontribusi yang berdampak, sehingga kelelahan muncul karena merasa tidak bisa tumbuh.
- Ketidakseimbangan antara kerja dan hidup. Jam kerja yang panjang dengan apresiasi minim menguras energi untuk kantor, sementara kehidupan pribadi terabaikan. Kesadaran bahwa “karier penting, tapi hidup lebih penting” menjadi pemicu.
- Nilai pribadi tidak lagi sejalan dengan kantor. Lingkungan kerja yang toxic, etika kerja tidak sehat, politik kantor yang kotor, serta budaya saling menyalahkan dapat menguras batin. Target angka yang mengalahkan rasa kemanusiaan juga membuat pekerjaan terasa tidak realistis.
- Atasan yang micromanage dan kepemimpinan buruk. Atasan yang arogan, subjektif, banyak menuntut tanpa apresiasi, serta lebih sering mengkritik daripada mendukung menjadi alasan utama. “Banyak karyawan resign bukan karena pekerjaannya, tapi karena atasannya,” kata Syarif Yunus.
- Gaji tidak seimbang dengan beban kerja. Bertambahnya tanggung jawab tanpa kenaikan gaji yang signifikan, serta ketidakjelasan jaminan kesejahteraan jangka panjang seperti dana pensiun, menjadi isu keadilan dan kesiapan masa tua.
- Munculnya kesadaran tentang masa depan. Seiring waktu, karyawan mulai mempertanyakan arah karier mereka: “kalau aku terus di sini, 10 tahun lagi jadi apa?” atau “apakah ini membawa aku ke hidup yang aku inginkan?”. Keputusan resign seringkali merupakan tanda kedewasaan berpikir, bukan sekadar pelarian.
- Kelelahan dan kebosanan terhadap pekerjaan. Rutinitas kerja yang menguras waktu dan energi, namun tidak memberikan perbaikan ekonomi pribadi atau keluarga, dapat menimbulkan rasa lelah dan bosan yang mendalam.
Persiapan Matang Sebelum Memutuskan Resign
Syarif Yunus menekankan, karyawan yang berencana resign harus terlebih dahulu mengevaluasi alasan di baliknya. “Jangan karena emosi dan nafsu pengen buru-buru keluar dari kantor,” tegasnya. Ia mengingatkan bahwa bekerja di tempat baru belum tentu menjadi solusi, sehingga keputusan resign harus lahir dari kesadaran, bukan sekadar kelelahan.
Resign dari pekerjaan adalah hal yang sah, asalkan memiliki alasan yang jelas dan bukan sekadar pelarian. Penting untuk memiliki rencana matang, seperti pekerjaan baru, memulai usaha, melanjutkan studi, atau mengambil jeda produktif. Selain itu, kondisi keuangan juga harus relatif aman, dengan tabungan dan dana darurat yang memadai. “Jangan sampai begitu resign, akhirnya jadi terlibat pinjol atau sering utang sama teman,” pesannya.
Keputusan resign memerlukan kesiapan mental, pikiran, dan finansial. Syarif Yunus berharap resign tidak dianggap sebagai akhir karier atau solusi instan dari lingkungan kerja yang tidak sehat. Sebaliknya, ia melihat resign sebagai awal hidup yang lebih jujur dengan diri sendiri, menuju pekerjaan dan kehidupan yang lebih sehat di masa depan. Ia juga mengingatkan pentingnya memastikan adanya dana pensiun di tempat kerja baru, demi perencanaan hari tua yang lebih baik.






