Jakarta, CNBC Indonesia – Israel secara resmi mengakui Somaliland sebagai negara merdeka dan berdaulat pada Senin, 29 Desember 2025. Langkah ini memicu reaksi keras dari sejumlah negara di dunia, termasuk negara-negara mayoritas Muslim seperti Turki, Mesir, dan Arab Saudi. Amerika Serikat (AS) juga mempertanyakan keputusan Israel tersebut.
Pengumuman pengakuan ini disampaikan langsung oleh kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Israel menjadi negara pertama yang mengakui Somaliland, yang telah mendeklarasikan kemerdekaan dari Somalia sejak 1991 namun belum mendapatkan pengakuan internasional.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Kronologi Pengakuan dan Respons Israel
Kantor PM Netanyahu menyatakan bahwa deklarasi pengakuan Republik Somaliland sebagai negara merdeka dan berdaulat ini “sejalan dengan semangat Kesepakatan Abraham.” Kesepakatan Abraham merujuk pada serangkaian perjanjian normalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab yang ditengahi oleh Presiden AS Donald Trump pada masa jabatan pertamanya.
Netanyahu juga mengundang Abdirahman Mohamed Abdullahi, presiden yang ditunjuk Somaliland, untuk berkunjung ke Israel. Dalam sebuah video, Netanyahu terlihat berbicara dengan Abdullahi melalui telepon, menyatakan kegembiraannya atas penandatanganan pengakuan resmi tersebut.
“Saya sangat, sangat senang dan saya sangat bangga dengan hari ini dan saya ingin mendoakan yang terbaik untuk Anda dan rakyat Somaliland,” kata Netanyahu, seraya menambahkan bahwa hubungan baru ini akan membuka peluang ekonomi. Ia juga berjanji akan menyampaikan kabar ini kepada Presiden AS Donald Trump.
Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar turut mengamini. Ia menegaskan bahwa kedua negara telah sepakat untuk membangun hubungan diplomatik penuh, termasuk penunjukan duta besar dan pembukaan kedutaan. “Saya telah menginstruksikan kementerian saya untuk segera bertindak untuk melembagakan hubungan antara kedua negara di berbagai bidang,” ujar Saar dalam pernyataannya.
Profil Somaliland dan Upaya Pengakuan
Somaliland, yang terletak di posisi strategis di Teluk Aden, telah berupaya keras selama beberapa dekade untuk mendapatkan pengakuan internasional. Wilayah ini telah memiliki mata uang, paspor, dan tentara sendiri. Namun, kurangnya pengakuan global menghambat aksesnya terhadap pinjaman, bantuan, dan investasi asing, menyebabkan wilayah tersebut tetap sangat miskin.
Presiden Somaliland Abdirahman Mohamed Abdullahi menyambut baik langkah Israel. “Ini adalah momen bersejarah karena kami menyambut dengan hangat pengakuan Israel dan menegaskan kesiapan Somaliland untuk bergabung dengan Perjanjian Abraham,” tulis Abdullahi, menyebutnya sebagai awal dari “kemitraan strategis.”
Sebelumnya, kesepakatan antara Ethiopia yang tidak memiliki akses laut dan Somaliland tahun lalu untuk menyewa sebagian garis pantai bagi pelabuhan dan pangkalan militer telah memicu kemarahan Somalia.
Kecaman Internasional: Turki, Mesir, Arab Saudi, dan AS
Pengakuan Israel terhadap Somaliland segera memicu reaksi keras. Dua sumber dari kantor PM Somalia mengungkapkan bahwa pemerintah mengadakan pertemuan krisis, menganggap tindakan Israel sebagai campur tangan dalam urusan dalam negeri Somalia.
- Turki: Mengutuk inisiatif Israel, menyebutnya “sejalan dengan kebijakan ekspansionisnya” dan merupakan “campur tangan terang-terangan dalam urusan domestik Somalia.”
- Mesir: Kementerian Luar Negeri Mesir menyatakan diplomat utamanya telah berbicara dengan rekan-rekannya dari Turki, Somalia, dan Djibouti, dan bersama-sama mengutuk langkah tersebut. Kairo menegaskan, “Dukungan penuh untuk persatuan, kedaulatan, dan integritas teritorial Somalia.”
- Arab Saudi: Melalui pernyataan resmi Saudi Press Agency (SPA), Kerajaan menyatakan “penolakan mutlak” terhadap deklarasi pengakuan timbal balik antara Israel dan Somaliland. Saudi menegaskan kembali posisi teguhnya untuk mendukung kedaulatan, persatuan, dan integritas teritorial Somalia, serta menolak segala upaya untuk memaksakan entitas paralel yang bertentangan dengan keutuhan negara Somalia.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengatakan ia tidak bermaksud untuk segera mengikuti jejak Israel dalam mengakui Somaliland. “Kita akan mempelajarinya. Saya mempelajari banyak hal dan selalu membuat keputusan yang hebat dan ternyata benar,” kata Trump kepada New York Post dalam sebuah wawancara telepon. Mengenai tawaran Somaliland untuk akses pelabuhan strategis di Teluk Aden kepada AS jika diakui, Trump menanggapi dengan acuh tak acuh, menyebutnya “bukan masalah besar.”
Motif Strategis Israel dan Ancaman Houthi
Para analis menyebut pertimbangan strategis berada di balik dorongan Israel untuk mengakui Somaliland. Israel membutuhkan sekutu di wilayah Laut Merah untuk berbagai alasan, termasuk melawan kelompok Houthi di Yaman.
“Somaliland adalah kandidat ideal untuk kerja sama semacam itu karena dapat menawarkan Israel akses potensial ke area operasional yang dekat dengan zona konflik,” demikian analisis Institut Studi Keamanan Nasional bulan lalu, yang juga menyebut adanya motif ekonomi.
Israel sendiri berulang kali menyerang target di Yaman setelah perang Gaza pecah pada Oktober 2023, sebagai tanggapan atas serangan Houthi terhadap kapal-kapal Israel di Laut Merah. Houthi melakukan serangan tersebut sebagai bentuk solidaritas dengan Palestina di Jalur Gaza. Serangan Houthi telah berhenti sejak gencatan senjata yang rapuh dimulai di Gaza pada Oktober.
Menanggapi pengakuan ini, pemimpin Houthi Yaman, Abdulmalik al-Houthi, memperingatkan bahwa kehadiran Israel di Somaliland akan dianggap sebagai “target militer.” “Kami menganggap kehadiran Israel di Somaliland sebagai target militer bagi angkatan bersenjata kami, karena itu merupakan agresi terhadap Somalia dan Yaman, dan ancaman terhadap keamanan kawasan,” kata Abdulmalik al-Houthi, seperti dikutip media daring.






