Intelijen Amerika Serikat (AS) dan sejumlah peneliti melaporkan temuan terbaru terkait penempatan rudal balistik hipersonik baru berkemampuan nuklir oleh Rusia. Rudal jenis Oreshnik tersebut kini disebut telah ditempatkan di sebuah bekas pangkalan udara di Belarus bagian timur, sebuah langkah yang dapat memperkuat kemampuan Moskow meluncurkan rudal ke seluruh Eropa.
Sumber yang mengetahui informasi ini, yang berbicara dengan syarat anonim, mengonfirmasi perkembangan tersebut kepada Reuters. Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin secara terbuka telah menyatakan niatnya untuk menempatkan rudal jarak menengah Oreshnik di Belarus, yang diperkirakan memiliki jangkauan hingga 5.500 kilometer. Namun, lokasi pastinya belum pernah dilaporkan sebelumnya.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Para pakar menilai penempatan Oreshnik ini menegaskan meningkatnya ketergantungan Kremlin pada ancaman senjata nuklir. Strategi ini diyakini sebagai upaya untuk mencegah negara-negara NATO memasok Kyiv dengan senjata yang mampu menyerang jauh ke dalam wilayah Rusia.
Kedutaan Besar Rusia di Washington dan Kedutaan Besar Belarus menolak memberikan komentar terkait laporan ini. Sementara itu, kantor berita milik negara Belarus, Belta, mengutip Menteri Pertahanan Viktor Khrenin pada Rabu (24/12/2025) yang menyatakan bahwa penempatan Oreshnik tidak akan mengubah keseimbangan kekuatan di Eropa. Khrenin menegaskan, ini adalah “respons kami” terhadap “tindakan agresif” Barat.
Gedung Putih dan CIA juga tidak segera menanggapi permintaan komentar dari media.
Temuan Berdasarkan Citra Satelit
Peneliti Jeffrey Lewis dari Middlebury Institute of International Studies di California dan Decker Eveleth dari lembaga riset CNA di Virginia mengungkapkan temuan mereka mengenai penempatan Oreshnik. Mereka mendasarkan analisis pada citra dari Planet Labs, sebuah perusahaan satelit komersial, yang menunjukkan karakteristik konsisten dengan pangkalan rudal strategis Rusia.
Lewis dan Eveleth menyatakan keyakinan 90 persen bahwa peluncur Oreshnik bergerak akan ditempatkan di bekas pangkalan udara dekat Krichev. Lokasi ini berjarak sekitar 307 kilometer di sebelah timur ibu kota Belarus, Minsk, dan sekitar 478 kilometer di barat daya Moskow.
Moskow telah menguji Oreshnik, yang dalam bahasa Rusia berarti pohon hazel, dengan persenjataan konvensional terhadap target di Ukraina pada November 2024. Presiden Putin membanggakan bahwa rudal tersebut mustahil dicegat karena kecepatannya dilaporkan melebihi Mach 10.
John Foreman, pakar dari Chatham House yang pernah menjabat sebagai atase pertahanan Inggris di Moskow dan Kyiv, menilai bahwa Putin berencana menempatkan senjata itu “di Belarus untuk memperluas jangkauannya lebih jauh ke wilayah Eropa.” Foreman juga menilai langkah ini merupakan reaksi atas rencana Amerika Serikat menempatkan rudal konvensional, termasuk rudal hipersonik jarak menengah Dark Eagle, di Jerman pada tahun depan.
Penempatan Oreshnik ini terjadi hanya beberapa minggu sebelum berakhirnya perjanjian New START 2010. Perjanjian tersebut merupakan satu-satunya kesepakatan AS-Rusia yang masih berlaku dalam membatasi penempatan senjata nuklir strategis oleh dua kekuatan nuklir terbesar dunia.
Setelah pertemuan Desember 2024 dengan Presiden Belarus Alexander Lukashenko, Putin mengatakan Oreshnik dapat ditempatkan di Belarus pada paruh kedua tahun ini. Ini merupakan bagian dari strategi baru Moskow untuk menempatkan senjata nuklir di luar wilayahnya untuk pertama kalinya sejak Perang Dingin.
Lukashenko sendiri pekan lalu telah menyatakan bahwa rudal pertama telah ditempatkan, meskipun tanpa menyebutkan lokasinya. Ia juga menyebut hingga 10 unit Oreshnik akan ditempatkan di Belarus. Namun, para peneliti AS menilai lokasi di Krichev hanya cukup menampung tiga peluncur, sementara sisanya kemungkinan ditempatkan di lokasi lain.
Di tengah perkembangan ini, Presiden AS Donald Trump saat ini berupaya mencapai kesepakatan dengan Moskow untuk mengakhiri perang di Ukraina. Kyiv terus mendesak sekutu Baratnya agar mengirimkan senjata yang mampu menjangkau wilayah Rusia secara mendalam.
Trump sejauh ini menolak permintaan Kyiv untuk mendapatkan rudal jelajah Tomahawk yang mampu menyerang Moskow. Sementara itu, Inggris dan Prancis telah memasok rudal jelajah ke Ukraina. Jerman pada Mei lalu mengumumkan akan memproduksi bersama rudal jarak jauh dengan Ukraina tanpa batasan jangkauan maupun sasaran.






