Nasional

Di Balik Keberanian Bocah 11 Tahun di Bandung: Kisah Dika Berburu Ular demi Keluarga

Advertisement

Kaki kecil Muhammad Nandika Saepulloh, atau akrab disapa Dika, perlahan menapaki pematang sawah yang masih basah oleh sisa air hujan. Bocah berusia 11 tahun itu sigap mengamati setiap gerak di antara rumput padi. Di tempat inilah, dalam lima bulan terakhir, Dika menghabiskan waktunya, berburu ular yang kerap berkeliaran di sawah dan kebun di wilayah Bandung.

Dengan keberanian yang tak biasa untuk anak seusianya, Dika menyusuri sawah seorang diri. Setiap ular yang berhasil ditangkap dibawanya pulang, lalu dijual kepada tetangganya, Moel, yang kemudian mengabadikan aktivitas Dika melalui media sosialnya hingga mendapat sorotan publik.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Ular sebagai Penopang Ekonomi Keluarga

“Satunya kalau dari ular koros cuma Rp10.000, emang murah kan ular kayak gitu. Kebanyakan dikilo kalau dari orang lain. Kalau saya ngambilinnya per ekor,” ujar Moel saat berbincang pada Jumat (26/12).

Moel menuturkan, awal mula Dika memiliki hobi mencari ular adalah karena melihat Moel sedang memandikan ular di sawah. Dika, yang saat itu sedang memancing belut, merasa tertarik dengan ular karung belang atau ular kadut yang sedang dimandikan Moel.

“Awal-awalnya lagi mancing belut, terus lihat saya lagi mandiin ular. Jadi dia suka mendekati saya,” kata Moel. Dika pun mencoba memegang dan memainkan ular tersebut. “Bawa-bawa ular kadut, dia sambil mancing belut,” tambahnya.

Menyadari keberanian Dika, Moel kemudian meminta Dika menangkap ular di sawah untuk pakan ular yang lebih besar. Sebagian hasil tangkapan Dika juga dijual kembali oleh Moel di Pasar Minggu Banjaran. “Ada yang buat kasih makan, ada yang buat dijual lagi,” tutur Moel.

“Di tempat saya masih banyak sawah. Di persawahan, ular masih banyak,” lanjut Moel, menjelaskan mengapa Dika bisa menemukan banyak ular.

Moel juga sigap mengedukasi Dika soal ular apa saja yang boleh dan tidak boleh ditangkap. “Saya juga ngasih edukasi ke dia. Kalau ular yang berbisa, tidak boleh ditangkap. Kalau saya lagi ngasih makan ular, suka dijelasin ke Dika juga. Takutnya ular apa saja, nanti ditangkap,” ujarnya.

Advertisement

Putus Sekolah dan Cita-cita Polisi

Moel menggambarkan Dika sebagai sosok yang baik hati dan penyayang keluarga. Setiap mendapat uang dari hasil menangkap ular, Dika selalu berbagi kepada ibu dan ketiga adiknya. “Kalau dapat uang dari saya, adik-adiknya suka dikasih sama dia. Kalau saya dapat gaji dari konten, suka dikasih,” ujar Moel.

“Bagusnya Dika gitu, (uangnya) nggak dimakan sama dia aja, dikasih ke mamanya, dikasih ke adik-adiknya,” imbuhnya.

Pendapatan Dika dari menangkap ular tidak menentu. Dalam satu hari, paling banyak ia mendapat Rp 50.000, namun tak jarang juga ia pulang dengan tangan kosong. “Kadang ada satu hari dia nggak dapat ular. Soalnya kan dia nggak tiap hari nemu. Paling banyak sekitar lima,” kata Moel.

Ayah Dika bekerja sebagai buruh bangunan, sementara sang ibu berjualan perabotan. “Kalau ayahnya di bangunan. Kalau ibunya suka jualan perabotan. Dika ini uang-uang yang didapat dari nangkap ular dibagi-bagi ke adiknya, ibunya,” jelas Moel.

Ironisnya, Dika seharusnya saat ini menduduki bangku kelas 5 sekolah dasar (SD). Namun, ia putus sekolah setelah sempat pindah dari sekolah lama. “Seharusnya sekolah kelas 5. Cuma dia berhenti di kelas 4. Soalnya sudah 2 kali tempat sekolah, nggak dilanjut,” ungkap Moel.

Dika sendiri belum mengungkapkan alasannya berhenti sekolah. Moel menyebut, ia telah menghubungi orang tua Dika untuk membicarakan hal tersebut dan berencana melanjutkan pendidikannya. Meski demikian, Dika memiliki cita-cita mulia. “Cita-citanya jadi polisi,” ungkap Dika singkat.

Advertisement
Mureks