Internasional

Industri Otomotif China Diguncang Skandal ‘Mobil Bekas Nol Kilometer’, Distorsi Data Penjualan Terkuak

Advertisement

Industri otomotif China tengah diguncang kontroversi serius terkait praktik “zero-kilometre used cars”, yakni kendaraan yang telah terdaftar sebagai terjual namun belum pernah digunakan. Fenomena ini kini membanjiri pasar mobil bekas, memicu kritik tajam karena dinilai menyesatkan konsumen dan berpotensi merusak stabilitas pasar jangka panjang.

Praktik ini, seperti dilaporkan Car News China pada Kamis (25/12/2025), melibatkan pendaftaran mobil-mobil baru atas nama dealer afiliasi atau pihak ketiga sebelum dijual kembali sebagai mobil bekas dengan jarak tempuh nyaris nol. Langkah ini dilakukan untuk membantu pabrikan mencapai target penjualan, mengurangi tumpukan stok, serta memanfaatkan insentif atau kebijakan ekspor berbasis status registrasi kendaraan.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Chairman Great Wall Motor, Wei Jianjun, menjadi salah satu pelaku industri yang secara terbuka mengkritik fenomena ini. Ia menilai praktik tersebut mendistorsi data penjualan, mempercantik laporan kinerja, dan menutupi lemahnya permintaan riil di pasar otomotif China.

Analis melihat praktik ‘mobil bekas nol kilometer’ tidak terlepas dari persoalan struktural industri otomotif China, terutama kelebihan kapasitas produksi. Pada April 2025, persediaan mobil penumpang nasional mencapai 3,5 juta unit, sementara sejumlah pabrikan hanya beroperasi di bawah 50% utilisasi kapasitas.

Perang harga yang semakin agresif dan ketergantungan pada subsidi pemerintah, khususnya di segmen kendaraan energi baru (EV), turut memperparah situasi. Kondisi ini menciptakan tekanan besar bagi produsen dan dealer untuk menghabiskan stok dengan cara-cara yang kurang transparan.

Bagi konsumen, tawaran mobil bekas nol kilometer memang terlihat menggiurkan karena harganya bisa 30% lebih murah dari harga resmi. Namun, terdapat risiko tersembunyi karena masa garansi biasanya sudah berjalan sejak tanggal registrasi, sehingga pembeli berpotensi kehilangan sebagian perlindungan purna jual.

Selain itu, sejumlah kendaraan dilaporkan masih memiliki pinjaman yang belum lunas atau riwayat kepemilikan yang tidak jelas. Hal tersebut membuka peluang timbulnya masalah hukum dan kerugian finansial di kemudian hari bagi pembeli.

Dampak jangka panjang dari praktik ini dikhawatirkan meluas ke pasar secara keseluruhan. Data penjualan yang terdistorsi dapat menyesatkan investor, mengaburkan permintaan aktual, serta memicu persaingan tidak sehat antarprodusen.

Advertisement

Sebagai contoh, harga mobil bekas model BYD Qin L anjlok hingga 30-40% di bawah harga resmi, memicu efek domino pada model pesaing. Tekanan harga ini turut mempercepat runtuhnya ekspektasi nilai kendaraan di pasar mobil China.

Merespons polemik tersebut, Kementerian Perdagangan China menggelar pertemuan tingkat tinggi pada 27 Mei 2025 dengan sejumlah pemain utama, termasuk BYD, Dongfeng, dan platform mobil bekas Guazi. Pemerintah membahas penguatan pengawasan transaksi mobil bekas serta penindakan terhadap praktik pelaporan penjualan yang menyesatkan.

Otoritas juga mempertimbangkan kerangka pengawasan yang mirip dengan pendekatan Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) terkait praktik “channel stuffing”. Skema ini dinilai relevan untuk menekan manipulasi penjualan melalui penyaluran stok berlebih.

Pakar industri mendorong perubahan strategi yang lebih berkelanjutan, seperti penyesuaian perencanaan produksi dan peningkatan transparansi riwayat kendaraan. Ekspor mobil bekas yang lebih teratur ke pasar luar negeri, termasuk Rusia, juga dinilai bisa menjadi solusi untuk meredakan tekanan domestik.

Meski sebagian pihak menganggap mobil bekas nol kilometer sebagai respons alami terhadap kelebihan pasokan, banyak pelaku industri menilainya sebagai jalan pintas berbahaya. Wei Jianjun menegaskan perlunya kembali pada fundamental industri, yakni inovasi, kualitas produk, dan kepercayaan konsumen.

Tanpa reformasi sistemik, ketergantungan pada praktik ini dikhawatirkan akan menggerus ekuitas perusahaan dan memperparah siklus penurunan harga. Dalam masa transisi industri yang penuh tekanan kebijakan dan restrukturisasi, kehati-hatian konsumen menjadi benteng terakhir menghadapi risiko yang ada.

Advertisement
Mureks