Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan dana investasi yang sangat besar, mencapai US$ 190 miliar atau setara Rp 3.400 triliun. Dana fantastis ini dialokasikan untuk program transisi energi selama 10 tahun ke depan, bertujuan membangun infrastruktur kelistrikan yang lebih bersih dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil secara bertahap.
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menjelaskan, nominal jumbo tersebut merupakan estimasi kebutuhan pendanaan untuk merealisasikan peta jalan ketenagalistrikan nasional hingga tahun 2034. Tanpa dukungan investasi sebesar itu, target Indonesia untuk memiliki sumber energi yang berkelanjutan akan sulit tercapai.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Kebutuhan Investasi dan Target Pembangkit
Dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2025 di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (29/12/2025), Eddy Soeparno menegaskan besarnya kebutuhan dana ini.
“Kebutuhannya memang tidak kecil teman-teman ibu bapak sekalian, karena kebutuhan untuk pengembangan 10 tahun yang akan datang, kita membutuhkan dana investasi hampir US$ 190 miliar. Atau kurang lebih Rp 3.400 triliun,” ujar Eddy.
Rinciannya, dana tersebut akan dialokasikan untuk pembangunan pembangkit listrik baru seperti yang sudah tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. Total kapasitas pembangkit tambahan mencapai hampir 70 Giga Watt (GW).
Dari total target tersebut, porsi terbesar yakni sebanyak 52 GW akan difokuskan pada pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai tulang punggung masa depan energi nasional.
“Nah oleh karena itu, saya mendorong sekali bahwa kebutuhan kita untuk membangun energi terbarukan itu tidak boleh luput. Kita tidak boleh tertinggal lagi, tidak boleh lengah lagi. Yang mana artinya setiap tahun kita harus menyiapkan investasi hampir 19 miliar dolar,” tambah Eddy.
Dampak Ekonomi Berganda
Meskipun beban biayanya sangat besar, investasi transisi energi ini dinilai akan memberikan dampak ekonomi berganda yang signifikan bagi negara. Proyek-proyek transisi energi tersebut diproyeksikan akan membuka jutaan lapangan kerja baru di sektor hijau (green jobs) serta menciptakan peluang ekonomi karbon yang bernilai tinggi.
“Dampaknya apa? Menciptakan lapangan pekerjaan, green jobs tercipta hampir 1,7 juta. Memberikan kontribusi terhadap peningkatan PDB kita. Nah kemudian mendorong juga terciptanya sebuah ekonomi baru yaitu ekonomi karbon yang saat ini sudah bisa kita kembangkan secara cepat,” tandas Eddy.






