Harga emas global kembali mencatatkan rekor tertinggi dalam puluhan tahun terakhir pada akhir 2025. Kontrak berjangka emas yang diperdagangkan di New York telah melonjak hampir 71% sepanjang tahun ini, menempatkannya pada jalur kenaikan tahunan terbaik dalam 46 tahun terakhir.
Kenaikan signifikan ini terakhir kali terjadi saat Jimmy Carter menjabat Presiden Amerika Serikat, di tengah krisis Timur Tengah, lonjakan inflasi, dan krisis energi. Meskipun telah mencapai puncak baru, sejumlah analis memprediksi reli emas belum usai. Investor disarankan untuk tidak terburu-buru melepas kepemilikan, dengan proyeksi harga berpotensi menembus US$5.000 per troy ounce pada 2026.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Ketidakpastian global yang masih menghantui berbagai negara menjadi pendorong utama minat investor terhadap emas sebagai aset lindung nilai. Mulai dari perang dagang, konflik Rusia-Ukraina, ketegangan Israel-Iran, hingga tindakan Amerika Serikat menyita kapal tanker minyak di lepas pantai Venezuela, semuanya berkontribusi pada sentimen pasar yang berhati-hati.
Senior Market Strategist di World Gold Council, mengutip CNN International, Minggu (28/12/2025), menyatakan, “Ketidakpastian masih menjadi ciri utama perekonomian global.” Ia menambahkan, “Dalam kondisi seperti ini, emas semakin menarik sebagai instrumen diversifikasi strategis dan sumber stabilitas.”
Emas dinilai sebagai investasi yang tangguh, diyakini mampu mempertahankan nilainya di tengah krisis, lonjakan inflasi, maupun pelemahan nilai mata uang. Pada awal tahun, emas diperdagangkan di kisaran US$2.640 per troy ounce. Kini, harga telah menembus rekor tertinggi di atas US$4.500 per troy ounce. Bahkan, analis JPMorgan Chase memperkirakan harga emas berpeluang menembus US$5.000 per troy ounce pada 2026.
Emas juga dinilai diuntungkan oleh kebijakan pelonggaran moneter Federal Reserve. Saat suku bunga turun, imbal hasil obligasi ikut melemah sehingga daya tarik emas justru meningkat.
Pembelian Emas Besar-Besaran oleh Bank Sentral
Kenaikan harga emas juga ditopang oleh aksi pembelian besar-besaran oleh bank sentral di seluruh dunia, dengan China sebagai salah satu pemain utama. Menurut Ulf Lindahl, CEO Currency Research Associates, salah satu alasan utama bank sentral China meningkatkan cadangan emasnya adalah untuk mengurangi ketergantungan terhadap aset Amerika Serikat, seperti obligasi pemerintah AS dan dolar.
Perubahan ini semakin terlihat sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Saat itu, pemerintah Barat membekukan aset Rusia dalam denominasi dolar AS, yang mendorong negara-negara seperti Rusia dan China mencari cara untuk mengurangi eksposur terhadap kebijakan AS.
Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank, Ole Hansen, mengatakan, “Gelombang pembelian emas oleh bank sentral saat ini berbeda karena sangat dipengaruhi faktor geopolitik.” Ia menambahkan bahwa pembekuan cadangan devisa negara dan fragmentasi sistem keuangan global telah menciptakan permintaan struktural terhadap emas yang berpotensi bertahan selama bertahun-tahun.
Data World Gold Council menunjukkan bahwa bank sentral di seluruh dunia telah mengakumulasi lebih dari 1.000 ton emas dalam masing-masing tiga tahun terakhir, jauh di atas rata-rata 400-500 ton per tahun dalam satu dekade sebelumnya.
Kalahkan Saham, Ungguli S&P 500
Kinerja emas tahun ini juga melampaui pasar saham secara signifikan. Indeks S&P 500 hanya mencatatkan kenaikan sekitar 18%, tertinggal jauh dibanding reli emas yang mencapai 71%.
Pelemahan dolar AS juga turut memperkuat harga emas karena membuatnya lebih terjangkau bagi investor global. Tak hanya emas, logam mulia lain juga ikut bersinar. Harga perak, platinum, dan paladium masing-masing mencatatkan kenaikan tajam, menandakan meningkatnya minat investor terhadap aset lindung nilai.
- Kontrak berjangka perak melonjak 146% sepanjang tahun ini.
- Platinum naik hampir 150%.
- Paladium menguat sekitar 100%.
Emas Sebagai Lindung Nilai
Manajer Portofolio di Neuberger Berman, Hakan Kaya, mengatakan bahwa bagi investor, logam mulia berfungsi sebagai lindung nilai terhadap dunia yang semakin tidak pasti. Ia memperkirakan tren ini juga berlanjut. Bahkan, diproyeksikan harga emas berpotensi naik pada 2026.
Hal ini didasari oleh peningkatan cadangan emas oleh bank sentral yang dapat mengurangi pasokan emas yang beredar di pasar. Kombinasi permintaan yang meningkat dan pasokan terbatas berpotensi mendorong harga lebih tinggi.
Selain itu, kepala strategi pasar di Miller Tabak + Co., Matt Maley, menambahkan bahwa kekhawatiran terhadap defisit anggaran pemerintah yang besar dan beban utang juga turut meningkatkan permintaan logam mulia. “Seiring investor semakin menyadari persoalan-persoalan ini, mereka mulai melirik emas sebagai aset lindung nilai,” kata Maley.






