Teheran – Gelombang demonstrasi besar melanda Iran pada akhir Desember 2025, dipicu oleh krisis ekonomi yang memburuk. Ribuan mahasiswa, pedagang, dan pengusaha turun ke jalan di berbagai kota, menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap devaluasi mata uang rial dan lonjakan harga barang kebutuhan pokok.
Aksi unjuk rasa yang dimulai pada Senin (29/12) di pusat kota Teheran, menurut laporan Fars News Agency, dengan cepat meluas. Pada Selasa (30/12), ratusan mahasiswa dilaporkan berdemonstrasi di empat universitas di Teheran. Media lain juga mencatat aksi serupa di tujuh lokasi berbeda, termasuk universitas teknologi di Isfahan serta lembaga-lembaga pendidikan di Yazd dan Zanjan, sebagaimana dilansir oleh Ilna dan kantor berita milik negara IRNA.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Pemerintah Janjikan Dialog di Tengah Tekanan Ekonomi
Menanggapi meluasnya protes, Presiden Masoud Pezeshkian melalui media sosialnya pada Selasa (30/12) mengumumkan bahwa para menteri telah diinstruksikan untuk mengatur pembicaraan guna membahas “tuntutan nyata” para pengunjuk rasa. Pezeshkian juga menegaskan komitmen pemerintah untuk mengatasi akar masalah ekonomi.
“Kami memiliki langkah-langkah fundamental dalam agenda mereformasi sistem moneter dan perbankan serta menjaga daya beli masyarakat,” kata Masoud Pezeshkian, menyoroti kondisi rial Iran yang kehilangan hampir setengah nilainya terhadap dolar AS sepanjang tahun 2025.
Juru bicara pemerintah, Fatemeh Mohajerani, pada hari yang sama juga menyampaikan pengakuan otoritas terhadap para demonstran.
“Kami mendengarkan suara mereka dan kami tahu bahwa hal ini berasal dari tekanan alami yang timbul akibat beban pada mata pencarian masyarakat,” sebut Mohajerani.
Di tengah upaya meredakan ketegangan, pemerintah Iran juga mengumpulkan massa pendukungnya di ibu kota pada Selasa (30/12). Kegiatan ini merupakan bagian dari agenda rutin untuk menunjukkan dukungan terhadap rezim.
Inflasi Melonjak dan Devaluasi Mata Uang
Krisis ekonomi Iran semakin parah dengan inflasi yang mencapai 42,5% pada Desember 2025. Kondisi ini diperparah oleh tekanan sanksi dari Amerika Serikat dan Eropa, serta ancaman serangan lanjutan dari Israel pascakonflik singkat pada Juni 2025.
Data dari platform valuta asing swasta menunjukkan bahwa pada Selasa (30/12), nilai tukar rial Iran anjlok drastis menjadi sekitar 1,4 juta rial per dolar AS. Padahal, pada awal tahun 2025, nilai tukar berada di level 817.500 rial per dolar.
Situasi ini juga ditandai dengan pengunduran diri gubernur bank sentral pada Senin (29/12). Media Iran melaporkan bahwa kebijakan liberalisasi ekonomi pemerintah baru-baru ini telah memberikan tekanan signifikan pada pasar rial terbuka, yang memungkinkan warga biasa membeli mata uang asing.
Sejarah Protes Publik di Iran
Demonstrasi ini menjadi aksi protes publik berskala besar pertama sejak perang singkat Iran dengan Israel pada Juni 2025, yang kala itu sempat memicu ekspresi solidaritas patriotik yang luas di masyarakat.
Ekonomi Iran telah menghadapi kesulitan bertahun-tahun sejak sanksi AS diberlakukan kembali pada 2018. Tekanan semakin meningkat ketika sanksi PBB kembali berlaku pada September 2025, menyusul kegagalan upaya untuk memulai kembali pembicaraan pelucutan senjata nuklir.
Iran memiliki sejarah panjang aksi demonstrasi massal. Pada Mei 2022, unjuk rasa terjadi atas kenaikan harga barang-barang pokok, termasuk roti. Gelombang kerusuhan juga melanda Iran pada akhir 2022 hingga awal 2023, dipicu oleh pembunuhan Jina Mahsa Amini saat ditahan oleh “kepolisian moral” Iran.






