Internasional

Dua Generasi Bush: Ayah dan Anak Presiden AS Pemicu Perang yang Mengguncang Dunia

Dalam catatan sejarah Amerika Serikat, intervensi militer maupun non-militer ke negara lain kerap dilakukan dengan dalih menjaga keamanan nasional atau memerangi terorisme. Menariknya, dua presiden dari satu garis keturunan, ayah dan anak, tercatat memicu konflik bersenjata di Timur Tengah yang kemudian mengguncang stabilitas global.

Mereka adalah George Herbert Walker Bush, yang dikenal sebagai George Bush Senior, dan putranya, George Walker Bush atau George W. Bush Junior. Keduanya memimpin Amerika Serikat pada periode berbeda, namun sama-sama meninggalkan jejak signifikan dalam peta geopolitik kawasan Teluk.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

George Bush Senior dan Operasi Badai Gurun

George Herbert Walker Bush menjabat sebagai presiden ke-41 Amerika Serikat dari tahun 1989 hingga 1993. Pada masa kepemimpinannya, dunia menyaksikan pecahnya konflik besar di Timur Tengah yang dikenal sebagai Perang Teluk I.

Perang ini dipicu oleh invasi Irak ke negara tetangganya, Kuwait, pada tahun 1990 di bawah kepemimpinan Presiden Saddam Hussein. Kuwait, sebuah negara kecil yang kaya minyak, kewalahan menghadapi agresi tersebut dan segera meminta bantuan dari negara-negara Arab serta Amerika Serikat.

Menanggapi situasi ini, Presiden Bush Senior membentuk koalisi internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya. Koalisi ini terdiri dari sekutu NATO dan negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Suriah, dan Mesir, untuk menentang agresi Irak. Bahkan, Rusia, yang merupakan klien lama Irak, turut bergabung dengan Amerika Serikat dalam mengutuk tindakan invasi tersebut, meskipun tidak mengerahkan pasukan.

Operasi militer yang dilancarkan koalisi ini pada tahun 1991 diberi nama sandi “Operasi Badai Gurun”. Konflik ini menarik perhatian dunia secara luas, bahkan beberapa pihak menyebutnya sebagai potensi Perang Dunia III karena melibatkan banyak negara dan kekuatan militer. Media cetak dan elektronik secara intens memberitakan pertempuran di kawasan Teluk, memecah belah opini publik global, termasuk di Indonesia, antara mendukung Presiden Bush atau Saddam Hussein. Pada akhirnya, Irak kalah dan Kuwait berhasil kembali berdaulat.

Setelah perang usai, Bush memberikan penghargaan kepada para petugas Dinas Luar Negeri yang bekerja dalam keadaan berbahaya. Mengutip laman history.state.gov, Bush mengakui bahaya yang seringkali tidak terlihat oleh sebagian besar warga Amerika. “Saya tahu bahwa seringkali pekerjaan Anda tidak nyaman atau aman,” ujar Bush.

George W. Bush Junior dan Perang Irak

Lebih dari satu dekade kemudian, kawasan yang sama kembali dilanda konflik. Perang Teluk II, atau yang lebih dikenal sebagai Perang Irak, pecah pada tahun 2003. Kali ini, Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan George W. Bush Junior, beralasan memerangi terorisme yang dituding didalangi oleh Saddam Hussein.

George Walker Bush, putra dari George Bush Senior, menjabat sebagai presiden ke-43 Amerika Serikat selama dua periode, dari tahun 2001 hingga 2009. Sejak awal masa jabatannya, Presiden Bush Junior telah menunjukkan sikap bermusuhan terhadap Irak, Korea Utara, dan Iran. Dalam pidato kenegaraannya pada 29 Januari 2002, ia menyebut ketiga negara tersebut sebagai “poros kejahatan”.

Menurut laman George Bush Library, Perang Irak merupakan konflik bersenjata antara pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat melawan rezim Saddam Hussein dari tahun 2003 hingga 2011. “Perang ini merupakan bagian dari kampanye yang lebih luas melawan aktivitas teroris yang dikenal sebagai Perang Global Melawan Teror,” tulis laman tersebut.

Pada 8 November 2002, Dewan Keamanan PBB mengesahkan Resolusi 1441, yang memperingatkan “konsekuensi serius” jika Irak tidak memberikan akses tanpa batasan kepada inspektur senjata PBB. Namun, pada 19 Maret 2003, Amerika Serikat, bersama pasukan dari Australia, Denmark, Belanda, Polandia, dan Inggris, meluncurkan “Operasi Pembebasan Irak”.

Saddam Hussein akhirnya ditangkap oleh pasukan khusus Amerika Serikat pada 13 Desember 2003. Ia kemudian dijatuhi hukuman mati atas kejahatan terhadap kemanusiaan oleh pengadilan Irak pada tahun 2006, dan eksekusi dilaksanakan di dekat Baghdad pada 30 Desember 2006. Setelah penangkapan Saddam, Irak jatuh ke dalam konflik sektarian yang parah, dan Amerika Serikat meninggalkan negara tersebut dalam kekacauan.

Mureks