Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum telah menerbitkan Surat Edaran Nomor HKI-92.KI.01.04 Tahun 2025. Edaran ini secara tegas mewajibkan pelaku usaha atau penyelenggara usaha untuk membayar royalti hak cipta lagu yang diputar di tempat usaha mereka.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Hermansyah Siregar, menjelaskan bahwa surat edaran tersebut menegaskan penggunaan lagu dan/atau musik untuk mendukung kegiatan usaha, seperti di restoran, kafe, hotel, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, hingga moda transportasi, termasuk dalam kategori pemanfaatan komersial. Oleh karena itu, pembayaran royalti wajib dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang hak cipta.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
“Royalti adalah hak ekonomi para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait, bukan semata kewajiban hukum. Dengan membayar royalti melalui mekanisme yang benar, pelaku usaha turut menjaga keberlangsungan ekosistem musik nasional,” ujar Hermansyah dalam keterangannya pada Rabu (31/12).
Perkuat Aturan Royalti Nasional
Penerbitan surat edaran ini merupakan langkah untuk memperkuat Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021. Regulasi tersebut mengatur pengelolaan royalti hak cipta lagu dan/atau musik di Indonesia, yang sebelumnya telah mewajibkan pembayaran royalti untuk penggunaan komersial lagu/musik di tempat usaha melalui LMKN.
Dalam sistem pengelolaan royalti nasional, LMKN memegang peran sentral sebagai satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan menyalurkan royalti secara nasional. LMKN bekerja sama dengan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mewakili para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait. LMK inilah yang nantinya akan menyalurkan royalti kepada para pemilik hak atas karya yang digunakan.
Sementara itu, DJKI berperan sebagai regulator dan pembina dalam proses pembayaran royalti ini. Tugas utamanya adalah memastikan sistem pengelolaan royalti berjalan sesuai aturan. Selain menetapkan kebijakan, DJKI juga aktif melakukan sosialisasi guna meningkatkan pemahaman masyarakat dan pelaku usaha mengenai pentingnya hak cipta dan tata cara pemenuhan kewajibannya.
Komisioner LMKN, Marcell Siahaan, menjelaskan bahwa mekanisme ini dirancang untuk mempermudah dan menertibkan proses pembayaran royalti.
“Pelaku usaha tidak perlu bingung harus membayar ke siapa. Cukup melalui LMKN, dan kami memastikan royalti tersebut didistribusikan secara adil dan transparan kepada para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait,” kata Marcell.
Aturan Pelaksana PP 56/2021
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas juga telah menandatangani Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025. Peraturan ini berfungsi sebagai aturan pelaksana dari PP 56/2021, yang mencakup beberapa poin penting:
- Fungsi LMKN sebagai platform terpusat pembayaran royalti.
- Perluasan cakupan penggunaan komersial lagu dan/atau musik.
- Penegasan tanggung jawab dan kewajiban penyelenggara acara/promotor/pemilik usaha untuk membayar royalti.
- Amanat transparansi distribusi royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait melalui LMK.






