KHARTOUM – Sektor pertambangan Sudan berhasil mencatatkan pendapatan publik sekitar 1,8 miliar dolar AS sepanjang tahun 2025, sebuah capaian signifikan yang diumumkan pada Senin, 29 Desember 2025. Angka ini terungkap di tengah konflik mematikan yang terus melanda negara tersebut sejak April 2023.
Menurut pernyataan dari Sudanese Mineral Resources Company, perusahaan yang terafiliasi dengan kementerian di Sudan, kinerja sektor pertambangan menunjukkan ketahanan ekonomi yang mengejutkan. Menteri Sumber Daya Mineral Sudan, Nour Al-Daem Taha, bahkan menyerukan peningkatan upaya pada tahun 2026 dan mengarahkan agar proyek-proyek nasional baru dimasukkan ke dalam rencana pengembangan sektor pertambangan.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Emas: Penopang Ekonomi di Tengah Badai Konflik
Sudan sangat bergantung pada ekspor emas untuk memperoleh devisa. Produksi emasnya mencapai puncak antara tahun 2017 dan 2022, menegaskan peran vital komoditas ini bagi perekonomian nasional.
Pada tahun 2022, emas menjadi ekspor non-minyak terbesar negara tersebut. Data dari Bank Sentral Sudan (Central Bank of Sudan) mencatat bahwa emas menyumbang 46,3 persen dari total ekspor non-minyak, dengan nilai 2,02 miliar dolar AS dari total ekspor 4,357 miliar dolar AS.
Fluktuasi Produksi Emas Akibat Perang
Namun, pecahnya konflik bersenjata pada pertengahan April 2023 sempat mengguncang sektor ini. Produksi emas menurun drastis menjadi hanya 2 ton setelah lima bulan pertama perang berlangsung pada tahun 2023.
Meski demikian, sektor pertambangan menunjukkan pemulihan yang cepat. Produksi emas kemudian melonjak tajam menjadi 64 ton pada tahun 2024, membuktikan adaptasi dan ketahanan di tengah situasi yang tidak menentu.
Konflik Berlarut dan Dampak Kemanusiaan
Sudan telah dilanda konflik mematikan sejak pertengahan April 2023. Pertempuran sengit antara Angkatan Bersenjata Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF) dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) telah menewaskan puluhan ribu orang dan memaksa jutaan warga mengungsi, baik di dalam maupun ke luar negeri.
Krisis kemanusiaan yang parah ini terus berlanjut, namun sektor pertambangan, khususnya emas, tetap menjadi salah satu penopang ekonomi utama yang diharapkan dapat membantu pemulihan negara.






