Internasional

Defisit APBN 2026 Diproyeksi Aman di Bawah 3% PDB, Ekonom Ingatkan Tantangan Penerimaan

Sejumlah ekonom memproyeksikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2026 akan tetap berada di bawah batas aman 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Proyeksi ini muncul di tengah rencana pemerintah untuk mendorong belanja guna mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah merevisi rencana defisit APBN 2026. Angka defisit yang semula Rp 638,8 triliun atau setara 2,48% dari PDB, kini dikerek menjadi Rp 689,1 triliun atau setara 2,68% PDB. Peningkatan ini bertujuan untuk mengantisipasi percepatan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan belanja program-program prioritas Presiden Prabowo Subianto.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Proyeksi Defisit di Bawah Batas Aman

Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, memperkirakan defisit APBN 2026 akan berada di kisaran 2,72% dari PDB, atau kurang lebih Rp700 triliun. “Ini relatif dekat dengan target pemerintah 2,68% dari PDB (sekitar Rp689 triliun), perbedaannya terutama dari asumsi pertumbuhan PDB,” kata Josua kepada CNBC Indonesia pada Rabu (31/12/2025).

Pandangan serupa disampaikan oleh Ekonom Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, yang memproyeksikan defisit fiskal di angka 2,75%. “Defisit fiskal sih kita lihat sih masih akan relatif aman ya karena dengan iklim ekonomi kita yang kondusif dari sisi aktivitas ekonomi jalannya juga jadi lebih baik ya tumbuhnya,” ujar Myrdal.

Chief Economist Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, juga memperkirakan defisit fiskal di level 2,7%. Namun, Fakhrul menyoroti bahwa kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan negara masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain, khususnya di kawasan Asia Tenggara.

Perbandingan Rasio Penerimaan Negara

Fakhrul memaparkan, rasio penerimaan negara terhadap PDB Indonesia pada tahun 2024 hanya mencapai 12,9%. Angka ini tertinggal jauh dibandingkan beberapa negara tetangga. Sebagai perbandingan, Kamboja mencatat 13,8% pada 2023, Myanmar 14,4% pada 2019, Thailand 19,9% pada 2023, dan Laos 19% pada 2022. Bahkan, Vietnam mencapai 17,2% pada 2024, Malaysia 16,8%, Brunei 16,8%, Filipina 16,7%, dan Singapura 15,9%.

“Namun, pengeluaran yang lebih besar berarti defisit fiskal yang lebih besar. Keberlanjutan fiskal menjadi perhatian utama. Fitch Ratings dan Moody’s memperingatkan Indonesia akan kehilangan peringkat kredit saat ini, yang telah lama didukung oleh kehati-hatian fiskal. Perlu dicatat bahwa pendapatan pemerintah kita tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN,” tegas Fakhrul.

Jaminan Peringkat Kredit dan Tantangan Fiskal

Ekonom CGS International Sekuritas Indonesia, Wisnu Trihatmojo, turut memperkirakan defisit APBN 2026 akan berada di kisaran 2,7% dari PDB. Ia mempertimbangkan realisasi program prioritas pemerintah yang semakin mapan, seperti program makan bergizi gratis (MBG), serta kecenderungan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk mengalokasikan dana menganggur ke sektor produktif.

Meskipun terjadi ekspansi fiskal, Wisnu menekankan bahwa pemerintah akan terus menjaga defisit fiskal di bawah batas aman UU Keuangan Negara sebesar 3% dari PDB. Hal ini penting mengingat ruang pemerintah untuk menerbitkan surat utang semakin terbatas, dengan dukungan cadangan fiskal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang kian menipis, diperkirakan sekitar Rp 86 triliun pada 2025.

“Kami tidak memperkirakan penurunan peringkat kredit karena menjaga defisit fiskal di bawah 3% dari PDB akan menahan pengambilan utang serta rasio bunga terhadap pendapatan (yang kami catat menarik bagi S&P),” pungkas Wisnu.

Mureks