Daya beli masyarakat Indonesia dilaporkan mengalami pelemahan signifikan sepanjang tahun 2025, terutama di kalangan kelas menengah dan bawah. Kondisi ini dipicu oleh ketidakpastian ekonomi, kekhawatiran pemutusan hubungan kerja (PHK), inflasi, serta perubahan pola belanja. Dampaknya, produksi barang dan aktivitas ritel mengalami penurunan.
Penjualan Ritel dan Indeks Keyakinan Konsumen Tertekan
Pelemahan daya beli tercermin dari penjualan ritel yang lesu sejak awal tahun. Pada April 2025, bertepatan dengan libur Lebaran, penjualan eceran terkontraksi 5,1% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 0,3% secara tahunan (year-on-year/yoy). Data Survei Bank Indonesia (BI) menunjukkan, penurunan ini terjadi setelah Maret 2025 mencatatkan pertumbuhan tinggi, yakni 5,5% mtm dan 13,6% yoy.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga menunjukkan tren mengkhawatirkan. Pada September 2025, IKK berada di level 115, menjadi yang terendah dalam 3,5 tahun terakhir. Catatan BI menyebutkan, IKK terakhir kali di bawah 115 adalah pada April 2022 dengan level 113,1. Meskipun masih dalam area optimis, komponen ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dalam IKK telah berada di zona pesimis sejak Mei 2025, di bawah batas level 100. Pesimisme ini terutama membayangi kelompok pendidikan SMA dan Akademi/Diploma.
Pada Oktober 2025, kondisi belum membaik. Survei konsumen BI menunjukkan proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi (average propensity to consume ratio) tercatat 74,7%, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 75,1%.
Konsumsi Rumah Tangga Lesu di Tengah Badai PHK
Lembaga riset CORE Indonesia mencatat, tren lesunya konsumsi rumah tangga dimulai sejak awal tahun dan berlanjut hingga kuartal kedua 2025. “Melemahnya konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2025 jika dibandingkan dengan triwulan I 2025 (tahunan), tercermin dari melambatnya pertumbuhan tahunan indeks penjualan riil (IPR). Pada triwulan II 2025, IPR diproyeksikan hanya tumbuh 1,2% (tahunan). Angka proyeksi ini separuh dari laju IPR pada Januari-Maret 2025 (2,8%),” tulis CORE dalam laporan tengah tahunnya, dikutip pada Senin (28/7/2025).
CORE bahkan menyebut pelemahan konsumsi masyarakat sebagai anomali, terjadi saat libur panjang, terutama pada permintaan transportasi. Data menunjukkan, pada kuartal IV 2024, jumlah penumpang pesawat terbang tersungkur -42,08% (tahunan). Penumpang kereta api melambat di level 9,42% pada kuartal I 2025, jauh di bawah rata-rata pertumbuhan 2024 yang mencapai 35,9% (tahunan). Sementara penumpang kapal laut, meski tumbuh positif pada kuartal I 2025 (7,37%), angkanya jauh di bawah kuartal I 2024 (29,42%).
Selain itu, tingkat okupansi kamar hotel pada kuartal pertama 2025 terkontraksi 0,07%, menjadi yang pertama sejak era pandemi Covid-19. Masyarakat juga cenderung menunda pembelian rumah, khususnya tipe menengah dan besar. Pelemahan konsumsi rumah tangga ini juga tercermin dari inflasi umum yang lebih rendah pada kuartal kedua 2025, dipengaruhi oleh tren harga pangan yang landai dan lemahnya tarikan permintaan.
“Persoalan konsumsi rumah tangga semakin pelik karena ketersediaan lapangan kerja yang tengkurap,” ungkap CORE Indonesia.
Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengonfirmasi adanya badai PHK. Lonjakan PHK terjadi pada Januari hingga April 2025, mencapai 24.036 kasus atau melesat 27,7% dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang sebesar 18.829. Sebanyak 11,1 juta orang yang bekerja di sektor informal juga kehilangan kesempatan mendapatkan pekerjaan layak pasca pandemi dalam rentang Februari 2020 – Februari 2025.
“Dengan minimnya kesempatan kerja yang layak, wajar jika rumah tangga masyarakat mengerem konsumsi non-esensial, dan pada saat yang sama seretnya pendapatan telah memaksa masyarakat menengah ke bawah menggerus tabungan,” kata CORE.
Fenomena Rojali dan Rohana di Pusat Perbelanjaan
Kondisi lesunya daya beli semakin nyata dengan munculnya fenomena “rojali” (rombongan jarang beli) dan “rohana” (rombongan hanya nanya) di pusat-pusat perbelanjaan Indonesia pada 2025. Mal memang ramai, namun masyarakat yang datang sekadar refreshing tanpa melakukan transaksi. Perilaku ini menjadi sinyal penyesuaian pola konsumsi akibat tekanan ekonomi.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menuturkan bahwa data Susenas Maret 2025 menunjukkan kelompok atas memang agak menahan konsumsinya. “Ini kita amati dari Susenas. Namun ini tentu tidak serta-merta berpengaruh ke angka kemiskinan karena kan itu kelompok atas saja. Fenomena Rojali memang belum tentu ya teman-teman mencerminkan tentang kemiskinan,” papar Ateng dalam rilis data BPS, Jumat (25/7/2025).
Meski demikian, BPS melihat fenomena ini relevan dengan gejala sosial dan tekanan ekonomi, terutama bagi kelas rentan. “Bisa jadi ada untuk refresh atau tekanan ekonomi terutama kelas yang rentan sehingga mereka teman-teman semuanya akan Rojali tadi di malldan sebagainya,” tambah Ateng. BPS menegaskan, Rojali adalah sinyal penting bagi pembuat kebijakan untuk tidak hanya fokus menurunkan angka kemiskinan, tetapi juga memperhatikan ketahanan konsumsi dan stabilitas ekonomi rumah tangga kelas menengah bawah.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Sumual juga tidak menampik fenomena ‘rojali’ di mal-mal kota besar. Ia melihat adanya kehati-hatian masyarakat untuk membeli barang mahal. “Saya bertemu dengan supplier produk luxurious, tas dan arloji, mereka merasakan (penurunan konsumsi). Beberapa pemegang merek: ‘Ini kok mirip-mirip krisis 2008, agak melemah’,” katanya. David juga mengamati berkurangnya perjalanan wisata atau dinas luar kota dari beberapa wilayah ke Jakarta, yang biasanya menjadi pembeli utama barang-barang di mal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, fenomena rojali dipicu oleh event Natal-Tahun Baru dan Lebaran yang terlalu dekat, sehingga memengaruhi konsumsi. Oleh karena itu, pemerintah mendorong program belanja di tahun ajaran baru anak sekolah. “Pemerintah kan ngelihat event kemarin Lebaran dan Nataru itu terlalu dekat. Sehingga dalam program tahun ajaran baru ini kan ada program yang kita selipkan, yaitu program liburan,” kata Airlangga.
Airlangga menambahkan, pemerintah akan mendorong event baru terkait diskon belanja dan liburan, serta mempersiapkan kembali untuk Nataru di akhir tahun.
Paket Ekonomi dan Stimulus Pemerintah
Untuk menjamin perluasan penciptaan lapangan kerja, peningkatan investasi, dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional, Pemerintah merumuskan Paket Ekonomi 2025 dan Penyerapan Tenaga Kerja. Paket ini terdiri dari 8 program akselerasi di 2025, 4 program lanjutan di 2026, dan 5 program andalan untuk penyerapan tenaga kerja.
Paket ekonomi ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai memimpin Rapat Koordinasi Akselerasi Pertumbuhan kuartal IV-2025 di Wisma Danantara Indonesia, Rabu (1/10/2025). “Pemerintah optimis bahwa pertumbuhan ekonomi 5,2% bisa dicapai. Oleh karena itu sesuai dengan arahan Bapak Presiden, para Menteri berkumpul untuk mengecek program-program unggulan,” kata Airlangga.
Terkait program akselerasi 2025, Airlangga menegaskan mekanisme program magang bagi lulusan perguruan tinggi (maksimal fresh graduate 1 tahun) telah disiapkan melalui sistem SIAPKerja. Pemerintah sedang mengumpulkan kebutuhan dari sisi perusahaan (BUMN maupun swasta), dan sistem akan dibuka untuk pendaftaran peserta mulai 15 Oktober 2025.
Ia juga menyampaikan perkembangan program penyerapan tenaga kerja lainnya, seperti Koperasi Merah Putih, penguatan sektor pertanian dan kelautan-perikanan, pengembangan desa nelayan, serta revitalisasi tambak di kawasan Pantura seluas 20 ribu hektare.
“Kemudian Pemerintah juga mendorong akselerasi belanja kepada 12 K/L dan juga optimalisasi program, misalnya Makan Bergizi Gratis, kemudian juga terkait dengan sekolah unggulan, dukungan kepada UMKM. Pemerintah akan memberikan stimulus tambahan penebalan di Kuartal IV. Arahan Bapak Presiden bahwa bantalan daripada stimulus tambahan itu untuk sampai dengan desil keempat atau menjangkau lebih dari 30 juta keluarga penerima manfaat,” jelas Airlangga.
Selain itu, Airlangga menyebutkan sejumlah event ritel yang diharapkan mendorong konsumsi masyarakat, seperti HARBOLNAS pada 10-16 Desember 2025 yang diproyeksikan menghasilkan transaksi hingga Rp35 triliun, BINA Hari Belanja Diskon Indonesia, serta EPIC Sale pada akhir Desember 2025.
Pemerintah juga menyiapkan stimulus khusus Natal dan Tahun Baru untuk mendukung mobilitas masyarakat, meliputi:
- Diskon tarif angkutan kereta api 30% bagi 1,5 juta penumpang (22 Desember 2025 – 10 Januari 2026).
- Diskon 20% tarif dasar angkutan laut Pelni bagi 405 ribu penumpang (17 Desember 2025 – 10 Januari 2026).
- Potongan biaya jasa pelabuhan pada angkutan penyeberangan ASDP bagi 227 ribu penumpang dan 491 ribu kendaraan (22 Desember 2025 – 10 Januari 2026).
- Diskon tiket pesawat melalui skema PPN Ditanggung Pemerintah (DTP), diskon fuel surcharge, hingga penurunan harga avtur, sehingga harga tiket turun 12-14%. Kebijakan ini berlaku untuk pembelian 22 Oktober 2025 – 10 Januari 2026, dan penerbangan 22 Desember 2025 – 10 Januari 2026.
Program-program tersebut telah berjalan dan efektivitasnya akan dibuktikan dalam pengumuman rilis data PDB Indonesia pada 5 Februari 2026.






