Bupati Agam Benni Warlis menyuarakan kekhawatiran mendalam atas potensi bencana susulan di wilayahnya, terutama akibat curah hujan tinggi di Sumatera Barat. Ia secara khusus meminta bantuan pemerintah pusat untuk memfasilitasi pemetaan geologi guna mengantisipasi risiko lebih besar.
Dalam konferensi pers virtual yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Senin, 29 Desember 2025, Benni Warlis menyebut kondisi Kabupaten Agam sudah dalam situasi rumit dan berisiko tinggi. Ia menyoroti prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengenai curah hujan lebat yang diperkirakan terjadi mulai 31 Desember hingga Januari, dengan hujan sedang hingga sepekan ke depan.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Kondisi tersebut, menurut Benni, sudah dirasakan langsung dalam dua hari terakhir dan memicu banjir serta longsor susulan di sejumlah titik. “Ini luar biasa terjadi di Kabupaten Agam, khususnya di sekitar Danau Maninjau dan Malalak. Longsoran dan banjir juga terjadi,” kata Benni.
Benni mengungkapkan, di sejumlah wilayah hulu ditemukan retakan-retakan tanah yang meningkatkan ancaman longsor. Namun, Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan kewenangan untuk memastikan status kerawanan kawasan tersebut.
Oleh karena itu, Benni secara langsung meminta bantuan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto dan Wakil Menteri Dalam Negeri Akhmad Wiyagus yang turut hadir dalam konferensi pers. “Untuk itu pada kesempatan ini, kami mohon kepada Bapak Kepala BNPB, Bapak Wamendagri, kita dibantu untuk melihat legalitasnya dari Badan Geologi Nasional,” ucapnya.
Legalitas peta kerawanan sangat dibutuhkan, terutama untuk rencana pembangunan hunian tetap (huntap) bagi warga terdampak. “Bisa saja hari ini rumahnya tidak hancur, tapi mereka dalam keadaan terancam yang kita sendiri tidak punya legalitasnya. Itu yang pertama kami mohonkan,” ujarnya.
Selain itu, Benni juga menyoroti kondisi di lereng Gunung Marapi. Ia mengaku justru khawatir karena aliran sungai di kawasan tersebut terlihat normal meski curah hujan sangat tinggi. “Kami khawatir di atas sudah terjadi bendungan yang luar biasa, kemudian satu saat dia akan lepas dan menimbulkan bencana yang lebih besar,” katanya.
Upaya mitigasi yang dilakukan pemerintah daerah, menurut Benni, masih sangat terbatas. Bersama kecamatan (wali nagari), warga bergotong royong membersihkan saluran air agar aliran tetap lancar. Namun, pembangunan sabo dam (bangunan pengendali sedimen/lahar vulkanik) yang direncanakan baru akan terealisasi pada 2026.
Benni juga menyoroti dampak longsor terhadap sungai-sungai yang kewenangannya berada di bawah Balai Wilayah Sungai (BWS). Ia mengatakan, sedimen akibat longsor berpotensi menimbulkan kerusakan lanjutan. “Sedimen-sedimen susulan ini akan memporak-porandakan lagi sawah-sawah dan perkampungan,” ucapnya.
Ia menyebut sekitar 2.000 hektare sawah di Agam sudah tenggelam, sementara curah hujan diperkirakan masih tinggi dengan Januari sebagai puncaknya di Sumatera Barat. “Sawah-sawah kita yang sudah 2.000 hektare sudah tenggelam ini. Kemudian curah hujan yang juga tetap cukup tinggi, apalagi estimasi tadi minggu depan, Januari adalah puncak hujannya juga di Sumatera Barat. Ini yang sangat kita khawatirkan,” ungkap Benni.
BMKG Prediksi Puncak Musim Hujan Januari 2026
Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani memprediksi puncak musim hujan di sejumlah wilayah Indonesia akan terjadi pada Januari 2026. Berdasarkan prediksi curah hujan bulanan, periode Januari hingga Maret 2026 terhitung tinggi.
Faisal menjelaskan, wilayah dengan puncak musim hujan Januari meliputi Sumatera bagian selatan, seluruh Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Papua bagian selatan, serta sebagian Sulawesi Selatan. “Kita lihat khusus Sumatera bagian Selatan, seluruh Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Papua bagian Selatan, serta sebagian dari Sulawesi Selatan, itu puncak musim hujan adalah pada Januari 2026,” ujarnya.
Pada Januari 2026, BMKG mencatat potensi curah hujan sangat tinggi, lebih dari 500 milimeter per bulan. Daerah yang perlu mewaspadai kondisi ini antara lain Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. “Curah hujan kategori sangat tinggi lebih dari 500 milimeter per bulan,” ungkap Faisal.
BNPB Minta Daerah Perkuat Jalur Evakuasi dan Patroli
Menanggapi potensi bencana hidrometeorologi, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto mengimbau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk segera membuat jalur-jalur evakuasi menjelang Tahun Baru 2026. Patroli di titik rawan juga harus digalakkan.
Imbauan tersebut disampaikan Suharyanto dalam jumpa pers virtual pada Senin, 29 Desember 2025, yang turut dihadiri Menko PMK Pratikno dan Wamendagri Akhmad Wiyagus. “Ini jalur-jalur evakuasi, transportasi, kemudian langkah preventif ini dilakukan ya. Kemudian ini mohon para Kalaksa dibantu unsur Forkopimda, mumpung ini belum terjadi, segera patroli, segera bergerak ke titik-titik yang rawan bencana,” kata Suharyanto.
Suharyanto yakin setiap daerah sudah memiliki peta risiko rawan bencana. “Saya yakin masing-masing kabupaten/kota sudah punya peta risiko rawan bencana di daerahnya masing-masing,” sambung dia.
Ia menekankan pentingnya mencegah jatuhnya korban akibat bencana mendadak, seperti yang terjadi di sejumlah daerah di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh. “Jangan sampai lagi masyarakat mendadak menjadi korban akibat banjir, longsor tiba-tiba. Ini mohon yang di sepanjang daerah aliran sungai, ini diperkuat komunikasinya. Kemudian diingatkan lagi evakuasi keluarganya,” ungkapnya.






