PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) secara tegas menyatakan komitmennya untuk menghindari pemberian bunga deposito dengan special rate kepada nasabah. Langkah strategis ini diambil guna menekan biaya pendanaan atau cost of fund di tengah kondisi likuiditas perbankan yang saat ini melimpah.
Kebijakan tersebut berlaku untuk nasabah ritel maupun korporasi. Corporate Secretary BTN, Ramon Armando, menjelaskan bahwa manajemen bank pelat merah ini tengah mendorong pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang berkelanjutan tanpa mengandalkan bunga deposito khusus.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Strategi BTN Menekan Biaya
“Manajemen lagi mendorong khususnya, no special rate. Jadi kalau bisa kita tumbuh secara sustain. Karena spesial rate itu kan high cost jadinya kan buat kita,” kata Ramon saat Media Briefing di Jakarta Selatan, Senin (23/12/2025).
Menurut Ramon, upaya ini telah menunjukkan hasil positif dalam menekan biaya pendanaan. Sebelumnya, BTN menargetkan cost of fund dapat dijaga di bawah level 4% hingga akhir tahun 2025. Meskipun demikian, pemberian special rate masih dapat dilakukan, namun dengan sifat yang sangat selektif.
Ramon menambahkan, fokus utama bank saat ini adalah mengejar dana murah, yang merupakan sumber pendanaan yang lebih efisien bagi bank.
Likuiditas Cukupi, Perang Bunga Mereda
Senada dengan Ramon, Head of Retail Funding Division BTN, Frengky R. Perangin-angin, menegaskan bahwa likuiditas perbankan saat ini sangat mencukupi. Kondisi ini menyebabkan bank-bank tidak lagi berkompetisi secara agresif melalui perang bunga deposito.
“Jadi nasabah itu less sensitive terhadap suku bunga sekarang. Jadi mau pindah [dananya ke bank lain] juga bunganya sama-sama juga. Sama-sama rendah gitu loh. Special rate juga sama-sama nggak dikasih,” tutur Frengky.
Fenomena ini juga berkaitan dengan lambatnya penurunan suku bunga kredit perbankan. Bank Indonesia (BI) mencatat, per November 2025, bunga kredit bank hanya turun 24 basis poin (bps) dari posisi 9,20% pada awal tahun 2025.
Salah satu penyebab utama lambatnya penurunan suku bunga kredit disebut-sebut karena masih maraknya praktik special rate yang tinggi. Praktik ini menyebabkan cost of loanable fund atau biaya penghimpunan dana menjadi lebih tinggi, yang pada akhirnya menghambat bank untuk menurunkan bunga kredit.






