Pelemahan penjualan mobil di Indonesia memicu kekhawatiran serius di kalangan pelaku industri otomotif nasional. Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, menyoroti kondisi pabrik yang saat ini beroperasi jauh di bawah kapasitas optimalnya. Ia menyebut tingkat utilisasi yang rendah berpotensi menekan efisiensi dan keberlanjutan sektor manufaktur otomotif di Tanah Air.
Bob Azam mengungkapkan, kapasitas terpasang pabrik otomotif di Indonesia mencapai 2,3 juta unit per tahun. Namun, volume produksi saat ini hanya sekitar 1,3 juta unit. “Yang kita khawatirkan juga kalau pabrik itu bekerja di bawah under utilisasi ya. Sekarang kan kapasitasnya 2,3 juta, tapi produksinya 1,3 juta, ya kan? jadi under utilisasinya tuh tinggi banget, 30 sampai 40% itu yang kita khawatirkan, harus didorong lah,” kata Bob Azam pada Kamis (25/12/2025).
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Menurutnya, tekanan terhadap industri ini akan terus berlanjut, khususnya pada segmen kendaraan konvensional (Internal Combustion Engine/ICE). Sementara itu, pertumbuhan penjualan kendaraan listrik (EV) belum mampu memberikan dampak positif signifikan bagi industri domestik. Bob Azam menjelaskan, peningkatan penjualan EV justru didominasi oleh produk impor.
“Jadi sebenarnya kalau dilihat konvensional car ya, ICE (mobil bensin) itu akan lebih dalam lagi. Yang nutupin (penjualan) kan mobil listrik gitu lho, tapi mobil listrik kan banyak impor ya. Jadi impor kita meningkat, tapi yang domestik industrinya malah turun ya,” ujarnya. Kondisi ini menciptakan paradoks di mana pasar domestik semakin bergantung pada produk asing, sementara kapasitas produksi dalam negeri tidak termanfaatkan.
Menyikapi situasi tersebut, Bob Azam berharap pemerintah dapat segera mengeluarkan stimulus untuk menggerakkan permintaan pasar. Ia mengusulkan relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebagai salah satu pemicu konsumsi masyarakat. Penurunan harga kendaraan sebesar 2-3% diyakini dapat memberikan “fresh money” bagi masyarakat dan mendorong daya beli.
“Kalau (harga mobil) turun 2-3% kan lumayan masyarakat dapat fresh money, itu yang kita harapkan. Karena toh kalau misalnya ekonomi meningkat revenue pemerintah juga naik,” tutup Bob Azam. Ia meyakini, efek berantai dari peningkatan daya beli akan berdampak positif bagi perekonomian nasional secara keseluruhan.






