Instruktur keselamatan berkendara sekaligus Founder Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC), Jusri Pulubuhu, mendesak pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk memberikan sanksi tegas, termasuk pencabutan izin, bagi perusahaan angkutan yang menyebabkan kecelakaan akibat kendaraan tak laik jalan. Seruan ini muncul menyusul serangkaian insiden maut yang melibatkan bus dan truk, terutama selama periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025.
Perbaikan Sisi Gelap Dunia Logistik
Jusri Pulubuhu menyoroti pentingnya ketegasan terhadap pelaku kecelakaan kendaraan angkutan besar. Ia menekankan bahwa berbagai pihak harus terlibat aktif agar masalah ini tidak terus berulang.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
“Sebaiknya seluruh stakeholder, pemerintah khususnya, dan instansi terkait dengan area ini harus mencanangkan perbaikan terhadap sisi gelap dunia logistik agar tidak terulang,” ungkap Jusri kepada kumparan, Sabtu (27/12/2025).
Menurut Jusri, pemerintah memiliki peran krusial dalam meminimalisir kecelakaan. Evaluasi menyeluruh dari setiap kejadian harus dilakukan, diikuti dengan audit berkala terhadap perusahaan otobus (PO) atau perusahaan logistik.
“Pemerintah sendiri yang melakukan audit secara rutin, karena sudah ada ketentuan dan undang-undangnya. Libatkan juga asosiasi PO atau perusahaan angkutan,” tegasnya.
Sanksi keras menjadi kunci. Jusri tidak ragu mengusulkan tindakan ekstrem bagi pelanggar standar keselamatan. “Dan yang paling tegas berikan sanksi yang keras ketika mereka tidak memenuhi standar-standar yang diminta oleh pemerintah. Cabut saja izinnya,” sambungnya.
Tantangan dan Peran Pemerintah Daerah
Meski demikian, implementasi pencabutan izin tidak selalu berjalan mulus. Jusri mengakui adanya celah yang dimanfaatkan oknum pemilik PO bus.
“Dulu kasus seperti ini (pencabutan izin) pernah terjadi di bus. Mereka ganti nama bus, sudah jalan lagi,” beber Jusri, menyoroti praktik penghindaran sanksi.
Selain pemerintah pusat, peran pemerintah daerah (Pemda) juga dianggap vital. Mayoritas perusahaan angkutan memiliki domisili di wilayah tertentu, menjadikan Pemda sebagai fasilitator utama dalam penegakan aturan.
“Pemda juga perlu membuat aturan yang ketat di wilayah dia. Mereka justru sebagai fasilitator harusnya,” ujarnya.
Aturan tersebut mencakup kepatuhan kendaraan terhadap dimensi dan beban yang telah diatur secara jelas dalam undang-undang. “Jadi semua kendaraan yang masuk ke daerah tersebut harus mematuhi aturan yang ada. Baik terkait dimensi dan beban kendaraan yang sebenarnya sudah diatur secara jelas dan berlapis dalam undang-undang,” pungkas Jusri.
Dua Kecelakaan Maut Selama Nataru 2025
Pentingnya pengetatan regulasi semakin disorot dengan terjadinya dua kecelakaan fatal yang melibatkan kendaraan besar selama momen libur Nataru 2025.
- Pada Senin (22/12/2025), bus PO Cahaya Trans bernomor polisi B 7201 IV mengalami kecelakaan di simpang susun Tol Krapyak, Jawa Tengah. Insiden yang diduga akibat pengemudi gagal melakukan pengereman ini menewaskan 16 orang dan melukai 17 penumpang lainnya.
- Lima hari kemudian, Sabtu (27/12/2025), truk pengangkut 38 ton keramik dengan nomor polisi T 9167 PO mengalami rem blong. Truk tersebut menabrak bangunan di simpang Pasar Kertek, Wonosobo, Jawa Tengah.
Dua kejadian tragis dalam kurun waktu singkat ini menjadi “alarm kuat” bagi instansi terkait untuk segera memperketat implementasi regulasi keselamatan kendaraan angkutan di Indonesia.






