Keuangan

UMP Jakarta Rp 5,7 Juta: Benarkah Cukup untuk Hidup Layak di Ibu Kota? Ini Kata Perencana Keuangan

Advertisement

Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta untuk tahun 2026 telah resmi ditetapkan, namun angka Rp 5,7 juta tersebut masih memicu penolakan dari kalangan buruh. Nominal ini dianggap tidak realistis, terutama jika dibandingkan dengan UMP di daerah penyangga seperti Bekasi dan Karawang yang justru lebih tinggi. Pertanyaan besar pun muncul: cukupkah UMP Jakarta sebesar itu untuk mencapai standar hidup layak dan ketenangan finansial di Ibu Kota?

Kunci Hidup Layak Bukan Hanya Nominal Gaji, Tapi Pengelolaan

Perencana keuangan dari Tatadana Consulting, Tejasari, memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, berapa pun besaran upah yang diterima, seseorang harus mampu mencukupkannya untuk kebutuhan dasar, tabungan, bahkan investasi.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

“Tinggal dari kita sendiri yang bisa mengatur dengan baik, besarnya pengeluaran untuk kebutuhan dasar yang hemat dan efisien. Sehingga tidak berlebihan dan bisa mengalokasikan untuk tabungan dan investasi,” ujar Tejasari kepada detikcom.

Ia menambahkan, gaji minimum Rp 5,7 juta seharusnya sudah sangat memadai untuk kebutuhan hidup di Jakarta. Tejasari menegaskan bahwa persoalan gaji lebih kepada bagaimana penggunaannya yang bijak, bukan semata-mata besar atau kecilnya nominal.

“UMP di Jakarta sebesar Rp 5,7 juta itu harusnya sudah sangat bisa mencukupi kebutuhan hidup kita di Jakarta. Karena, setinggi apapun kenaikannya, tidak akan pernah cukup kalau kita juga tidak bisa menggunakannya dengan bijak,” terangnya.

Menyesuaikan Pola Keuangan Gen Z: Prioritas Kebutuhan Dasar

Sementara itu, perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini, menyoroti pola perencanaan keuangan yang banyak diterapkan oleh Generasi Z (Gen Z) yang dinilai masih kurang tepat.

Advertisement

Mike menjelaskan, Gen Z umumnya menggunakan rumusan 50-30-20 sebagai panduan dasar alokasi penghasilan. Dalam konteks UMP Jakarta Rp 5,7 juta, ini berarti sekitar Rp 2,85 juta untuk kebutuhan pokok (50%), Rp 1,7 juta untuk keinginan dan gaya hidup (30%), serta Rp 1,1 juta untuk tabungan dan investasi (20%).

“Terutama jika harus menyewa tempat tinggal dan menggunakan transportasi umum, sepertinya tidak cukup. Jadi, realistisnya fomula ini perlu disesuaikan bisa menjadi 70-20-10. Artinya, porsi untuk menabung dan investasi menjadi lebih kecil,” beber dia.

Mike Rini menekankan pentingnya menekan pos anggaran untuk gaya hidup. Hal ini bertujuan agar porsi dana untuk investasi dan tabungan tidak tercekik dan dapat memberikan manfaat lebih besar.

“Yang bisa disesuaikan itu adalah gaya hidupnya. Bisa saja 70% buat kebutuhan dasar, 10% buat gaya hidup, dan 20%-nya yang buat menabung dan investasi. Menabung dan investasinya ini juga saya sarankan untuk mengumpulkan dana darurat terlebih dulu,” pungkasnya.

Advertisement
Mureks