Kementerian Agama (Kemenag) mencatat adanya kenaikan signifikan dalam angka pencatatan pernikahan secara nasional sepanjang tahun 2025. Berdasarkan data Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH), hingga 31 Desember 2025 pukul 11.00 WIB, jumlah pernikahan yang tercatat mencapai 1.479.533 peristiwa.
Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebanyak 1.231 peristiwa dibandingkan tahun 2024 yang mencatat 1.478.302 pernikahan. Kenaikan ini menjadi penanda penting karena berhasil menghentikan tren penurunan pencatatan pernikahan yang telah berlangsung sejak tahun 2022.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Abu Rokhmad, menilai capaian ini memiliki makna strategis dalam membaca dinamika sosial masyarakat. “Sepanjang 2025, data SIMKAH mencatat jumlah pencatatan pernikahan lebih tinggi dibandingkan 2024. Datanya masih terus bergerak, tetapi dapat dikatakan ini menjadi indikasi awal bahwa tren penurunan yang terjadi sejak 2022 mulai berhenti,” ujar Abu Rokhmad di Jakarta, seperti dikutip dari laman resmi Kemenag, Rabu (31/12/2025).
Abu Rokhmad menjelaskan, sejak beberapa tahun terakhir, angka pencatatan pernikahan nasional memang mengalami penurunan bertahap. Pada tahun 2022, jumlah pernikahan tercatat sebanyak 1.705.348 peristiwa, kemudian turun menjadi 1.577.255 pada tahun 2023, dan kembali menurun menjadi 1.478.302 peristiwa pada tahun 2024.
Kenaikan yang terjadi pada tahun 2025, menurutnya, menjadi catatan tersendiri di tengah berbagai tantangan sosial dan ekonomi yang dihadapi masyarakat.
Faktor Pendorong Kenaikan Angka Pernikahan
Beberapa faktor dinilai berkontribusi terhadap perubahan tren positif ini. Salah satunya adalah penguatan layanan pencatatan nikah berbasis digital melalui SIMKAH. Transformasi layanan ini memberikan kemudahan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat.
“Penguatan layanan nikah berbasis digital melalui SIMKAH memberikan kepastian layanan, kemudahan akses, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pencatatan pernikahan secara resmi,” jelas Abu Rokhmad.
Digitalisasi layanan tersebut membuat proses pencatatan pernikahan menjadi lebih transparan, efisien, dan mudah diakses oleh masyarakat luas.
Selain perbaikan layanan, Kementerian Agama juga menggencarkan Gerakan Sadar (GAS) Pencatatan Nikah di berbagai daerah. Kampanye ini menyasar berbagai lapisan masyarakat, terutama generasi muda, agar memahami pentingnya pernikahan yang sah dan tercatat negara.
“Kampanye GAS Nikah kami lakukan melalui pendekatan edukatif dan partisipatif, agar masyarakat memahami bahwa pencatatan nikah bukan sekadar administrasi, tetapi bentuk perlindungan hak suami, istri, dan anak,” ujar Abu.
Gerakan ini menjadi bagian dari upaya membangun kesadaran hukum dan perlindungan keluarga sejak awal pernikahan.
Kementerian Agama juga terus memperluas cakupan Bimbingan Perkawinan bagi calon pengantin. Sepanjang tahun 2025, program ini menjangkau 1.248.789 calon pengantin, berdasarkan akumulasi data hingga akhir November 2025.
“Cakupan bimbingan perkawinan yang luas menunjukkan tumbuhnya kesadaran bahwa pernikahan memerlukan kesiapan mental, spiritual, dan sosial,” kata Abu.
Pembinaan tersebut diperkuat melalui berbagai skema, termasuk Bimbingan Remaja Usia Nikah (BRUN) dan Bimbingan Usia Sekolah (BRUS), yang menyasar kelompok usia muda.
“BRUN dan BRUS menjadi investasi jangka panjang dalam membangun budaya pernikahan yang sehat, karena kesiapan itu perlu ditanamkan jauh sebelum seseorang memasuki usia menikah,” jelasnya.
Pada tahun 2025, Kementerian Agama juga menggelar nikah massal bertajuk Nikah Fest. Program ini tidak hanya memfasilitasi pernikahan, tetapi juga menjadi sarana edukasi publik tentang pentingnya pencatatan nikah secara resmi.
Selain itu, penguatan ekosistem layanan keluarga dilakukan melalui kegiatan berbasis partisipasi publik, seperti Sakinah Family Run dan Sakinah Fun Walk di berbagai daerah.
“Dalam kegiatan seperti Sakinah Family Run, kami menyediakan booth konsultasi pernikahan dan keluarga yang melibatkan fasilitator dan konselor. Masyarakat bisa berkonsultasi langsung terkait kesiapan menikah, komunikasi keluarga, hingga perencanaan rumah tangga,” ujarnya.
Pendekatan ini dinilai efektif dalam membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya persiapan pernikahan yang matang.
Abu Rokhmad juga menyoroti faktor stabilitas sosial dan meningkatnya optimisme masyarakat dalam beberapa tahun terakhir yang turut memengaruhi keputusan untuk menikah.
“Situasi sosial yang relatif lebih stabil membentuk optimisme, terutama di kalangan generasi muda, untuk melangkah ke jenjang pernikahan,” ujar Abu Rokhmad.
Prioritas Kualitas Pernikahan dan Ketahanan Keluarga
Meskipun terjadi kenaikan angka pernikahan, Abu Rokhmad mengingatkan agar hal tersebut tidak hanya dilihat dari sisi kuantitas semata. Menurutnya, Kementerian Agama tetap menempatkan kualitas pernikahan dan ketahanan keluarga sebagai prioritas utama.
“Yang terpenting bukan sekadar angka, melainkan bagaimana pernikahan dijalani secara sehat, bertanggung jawab, dan berkelanjutan,” tegasnya.
Data pencatatan pernikahan dalam SIMKAH, lanjut Abu Rokhmad, menjadi dasar penting dalam perumusan kebijakan pembinaan keluarga nasional. “Data yang akurat menjadi fondasi kebijakan. Dari SIMKAH, kami dapat melihat dinamika pernikahan nasional secara objektif dan menyeluruh,” katanya.
Ke depan, Kementerian Agama berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan pernikahan, memperluas edukasi pranikah, serta memperkuat sinergi lintas sektor dalam membangun keluarga Indonesia yang tangguh.
“Kenaikan ini kami maknai sebagai momentum untuk terus memperkuat pembinaan keluarga. Pernikahan yang tercatat dengan baik, terlayani secara profesional, dan dibekali pembinaan yang memadai akan menjadi pondasi penting bagi ketahanan keluarga dan masyarakat,” pungkasnya.






