Tren

TPA Cipeucang Tak Mampu Lagi Tampung Sampah, Pemkot Tangerang Selatan Dipaksa Putar Arah Atasi Krisis Lingkungan

Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengakui bahwa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang telah mencapai titik kritis. TPA tersebut dinilai tidak lagi mampu menampung timbulan sampah dengan pola pengelolaan konvensional. Kondisi darurat ini memaksa Pemkot Tangsel untuk melakukan perubahan fundamental dalam sistem penanganan sampah di wilayahnya.

Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, pada Senin (29/12/2025), menyatakan bahwa krisis sampah yang terjadi bukan sekadar masalah teknis, melainkan akibat keterbatasan daya tampung TPA Cipeucang yang sudah maksimal. Akibatnya, penumpukan sampah di berbagai sudut kota menjadi pemandangan sehari-hari yang dikeluhkan warga.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Benyamin Davnie menyadari ketidaknyamanan yang dirasakan masyarakat akibat tumpukan sampah di pinggir jalan dan area permukiman. Ia menegaskan bahwa Pemkot Tangsel tidak lagi ingin sekadar memindahkan sampah dari satu lokasi ke lokasi lain tanpa solusi jangka panjang.

“Kita harus berani jujur bahwa TPA Cipeucang sudah tidak mampu lagi menampung beban dengan cara lama. Memaksakan pembuangan di sana justru akan menciptakan bencana lingkungan yang lebih besar bagi anak cucu kita,” ujar Benyamin Davnie.

Selama ini, TPA Cipeucang menjadi tumpuan utama bagi pembuangan sampah dari seluruh wilayah Tangsel. Namun, seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitas perkotaan, kapasitas TPA tersebut terus tergerus dan kini mendekati ambang batas maksimalnya. Pendekatan konvensional berupa pembuangan terbuka dinilai sudah tidak relevan dan berisiko tinggi.

Tekanan terhadap lingkungan serta ancaman longsoran sampah menjadi bahaya nyata jika pola lama terus dipertahankan. Oleh karena itu, Pemkot Tangsel telah menetapkan status tanggap darurat sampah dan mengaktifkan kembali TPA Cipeucang untuk sementara waktu sambil menunggu solusi permanen.

Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) sebagai Solusi Jangka Panjang

Sebagai langkah strategis jangka panjang, Benyamin Davnie memaparkan rencana pembangunan fasilitas Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL). Proyek ini diharapkan menjadi jawaban atas kebuntuan daya tampung TPA Cipeucang yang sudah tidak memadai.

PSEL yang masuk dalam program strategis nasional pengelolaan sampah perkotaan ini telah melewati tahapan lelang yang ketat dan kini berada pada fase krusial sebelum dimulainya konstruksi. “PSEL ini nantinya akan memiliki kapasitas olah sangat besar, mencapai 1.000 hingga 1.100 ton sampah per hari,” kata Benyamin.

Ia menambahkan, “Angka itu setara dengan seluruh timbulan sampah warga Tangerang Selatan setiap harinya.”

Dengan kapasitas pengolahan yang masif tersebut, PSEL diharapkan mampu menghentikan ketergantungan Tangerang Selatan terhadap TPA Cipeucang. Sampah tidak lagi akan ditimbun, melainkan diolah secara tuntas melalui teknologi termal yang canggih.

Menurut Benyamin, teknologi yang akan digunakan pada PSEL memiliki standar emisi yang ketat dan dirancang agar ramah lingkungan. Sampah akan dikonversi menjadi energi listrik dengan residu yang sangat minim. “Sistem ini mampu mereduksi volume sampah hingga 90 persen. Ini adalah jawaban atas keterbatasan lahan kita demi mencapai target zero landfill,” jelasnya.

Meskipun PSEL diproyeksikan sebagai solusi permanen, Pemkot Tangsel menyadari bahwa proses menuju operasional penuh fasilitas tersebut membutuhkan waktu. Selama masa transisi ini, tekanan terhadap TPA Cipeucang tetap menjadi perhatian utama yang harus dikelola dengan cermat.

Mureks